Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Eksekutif Setara Institute Benny Susetyo mengatakan rancangan undang-undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan bisa mempolitisasi organisasi yang bergerak di bidang sosial ketika Pemerintah mengharuskan pendaftaran ormas dilakukan di bawah kendali Dirjen Kesbangpol Kemdagri.

"RUU Ormas akan menyeret seluruh organisasi sosial, keagamaan, pendidikan, kesehatan dan seni budaya ke ranah politik di bawah kendali Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) Kemdagri," kata Romo Benny ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, dengan disahkannya rumusan UU itu dikhawatirkan Pemerintah akan merambah pada wilayah organisasi, seperti administrasi, keuangan hingga pemberlakuan sanksi yang mengatasnamakan pembinaan dan penertiban ormas.

Padahal, ormas sejatinya merupakan bentuk kebebasan berekspresi warga di sebuah Negara demokratis.

"Potensi kembalinya pendekatan politik terhadap berbagai organisasi di bidang sosial besar terjadi dengan semakin kuatnya peran Pemerintah dalam mengatur ormas," tegasnya.

Sementara itu, Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan bahwa RUU Ormas tersebut tidak akan mengekang hak warga negara dalam berorganisasi sebagai upaya demokratisasi.

"Kami jamin karena kami bertanggung jawab sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) sebagai pedoman RUU itu, yaitu pasal 28j yang menjamin bahwa itu harus ada pembatasan untuk menjamin hak orang lain," kata Mendagri ketika ditemui di kantornya, Rabu.

Dengan berlandaskan aspek moral, ketentraman dan ketertiban, serta nilai-nilai agama yang berlaku, maka RUU Ormas justru memberikan keleluasaan beraktivitas terhadap ormas-ormas di Indonesia.

RUU Ormas kembali ditunda pengesahannya karena rapat paripurna DPR, Selasa (25/6), yang batal menyetujui rancangan UU tersebut.

Dengan penundaan tersebut, maka RUU Ormas menjadi RUU yang terlama pembahasannya sejak 2011 melalui enam kali masa sidang.

DPR mengaku telah menyetujui isi RUU Ormas, namun menganggap perlu dilakukan sosialisasi guna menampung usul dari berbagai perwakilan ormas yang menentang pengesahannya.  (F013/Z003)

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2013