Khan Younis (ANTARA) - Serangan udara Israel ke sejumlah kawasan permukiman di Jalur Gaza selatan pada Sabtu menewaskan setidaknya 47 warga Palestina, menurut petugas medis.

Insiden mematikan tersebut terjadi setelah Israel memperingatkan warga sipil agar meninggalkan wilayah yang menjadi target serangan mereka berikutnya itu.

Dengan dalih menumpas Hamas, serangan Israel telah beralih ke selatan setelah menghancurkan Gaza bagian utara.

Pada 7 Oktober 2023, kelompok perlawanan Palestina itu menyusup dan menyerang Israel secara mendadak, yang kemudian dibalas oleh Israel dengan menyerang habis-habisan Gaza, wilayah kantung Palestina yang diblokade sejak 2005.

"Menerima foto dan rekaman mengerikan tentang puluhan orang yang tewas dan terluka di sekolah @UNRWA lain yang menampung ribuan pengungsi di Jalur Gaza utara," tulis Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini dalam platform media sosial X.

"Serangan-serangan ini tidak boleh menjadi hal biasa, harus dihentikan. Gencatan senjata kemanusiaan tak bisa menunggu lebih lama lagi."

Militer Israel belum berkomentar. Seorang juru bicara Hamas di Gaza mengatakan 200 orang tewas atau terluka.

Baca juga: Terowongan Gaza jadi aspek vital dalam konflik Palestina-Israel

Palestina sebelumnya menuding Israel memaksa staf, pasien, dan pengungsi agar meninggalkan Rumah Sakit Al Shifa di Gaza utara dan membiarkan mereka melakukan perjalanan berbahaya ke selatan dengan berjalan kaki.

Tudingan itu dibantah Israel, yang mengatakan bahwa evakuasi itu bersifat sukarela.

Pasukan Israel menduduki RS terbesar di Jalur Gaza itu awal pekan ini dengan dalih bahwa di bawah gedungnya terdapat pusat komando Hamas.

Serangan Beralih ke Selatan

Israel pada Jumat mendesak warga Palestina untuk pergi dari Khan Younis di ujung selatan Jalur Gaza, karena pasukannya akan merangsek ke dalam kota itu untuk mengusir pejuang Hamas.

Desakan itu mengisyaratkan bahwa Israel akan segera melakukan serangan darat di Gaza selatan.

Namun, situasi tersebut bisa membuat ratusan ribu warga Palestina, yang mengungsi ke wilayah itu dari utara sejak perang meletus, terpaksa mengungsi lagi.

Baca juga: Trudeau sebut agresi Israel di Gaza ancam peluang damai

Ditambah dengan jumlah penduduk Khan Younis yang mencapai lebih dari 400.000 jiwa, kondisi itu akan semakin memperparah krisis kemanusiaan yang terjadi Gaza.

Serangan Israel di selatan mungkin akan lebih rumit dan lebih mematikan ketimbang di utara karena milisi Hamas menguasai daerah Khan Younis, kata sumber keamanan dan mantan pejabat Israel.

Serangan Udara

Pada Sabtu malam, 26 warga Palestina tewas dan 23 lainnya terluka akibat serangan udara Israel ke dua apartemen bertingkat di kawasan padat penduduk Khan Younis.

Warga bernama Eyad Al-Zaeem mengaku kehilangan bibi beserta anak dan cucunya dalam serangan udara itu.

Dia mengatakan mereka semua mengungsi dari Gaza utara atas perintah Israel, tetapi malah kehilangan nyawa di sana, yang disebut Israel sebagai tempat yang aman.

"Mereka semua syahid. Mereka tidak ada kaitannya dengan perlawanan (Hamas)," kata Zaeem di luar kamar mayat RS Nasser di Khan Younis.

Di RS itu, 26 jenazah dibaringkan sebelum diambil keluarga masing-masing untuk dimakamkan.

Baca juga: Serangan Israel tewaskan puluhan warga Palestina di Gaza

Beberapa kilometer ke utara, enam warga Palestina tewas ketika sebuah rumah dibom dari udara oleh Israel di Kota Deir Al-Balah, kata otoritas kesehatan.

Serangan udara ketiga pada Sabtu petang menewaskan 15 warga Palestina di sebuah rumah di Khan Younis barat, dekat kamp pengungsi, menurut sejumlah saksi dan petugas medis.

Evakuasi RS Al Shifa

Di tengah sorotan masyarakat dunia, Israel menjadikan RS Al Shifa sebagai fokus utama serangan daratnya di Gaza utara.

Pasukan Israel mengaku telah menemukan bukti adanya pusat komando Hamas di bawah gedung RS itu. Staf Al Shifa membantah adanya bukti tersebut.

Menteri Kesehatan Palestina Mai Al Kaila mengatakan hampir semua orang di RS itu telah diusir oleh Israel, kecuali sekitar 125 pasien yang terluka parah dan 34 bayi baru lahir serta sejumlah dokter dan perawat.

"Situasi di (Al Shifa) sangat memprihatinkan. Sekarang tidak ada bahan bakar, makanan, obat, dan air - ini sama dengan membunuh mereka (pasien)," kata Kaila dalam jumpa pers di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki Israel.

Israel membantah pernyataan Palestina itu dengan mengatakan pasukannya telah memenuhi permintaan direktur RS tersebut untuk "memperluas dan membantu" evakuasi sukarela melewati "rute aman".

Baca juga: Serangan udara Israel tewaskan 32 orang di selatan Gaza

Para dokter bisa tetap tinggal di RS untuk membantu pasien yang terlalu lemah untuk dievakuasi, kata dia.

Israel juga mengatakan bahwa lebih dari 6.000 liter air dan 2,3 ton makanan telah dikirimkan ke RS itu.

Otoritas kesehatan Palestina mengatakan para pengungsi dari Al Shifa dibiarkan berjalan kaki di sepanjang jalan yang berbahaya dan hancur akibat serangan udara.

"Kami dipaksa oleh otoritas pendudukan untuk meninggalkan Al Shifa," kata Ramez Rudwan, seorang dokter, saat dia dan putrinya yang juga seorang dokter, tiba di Gaza selatan pada Sabtu.

Krisis Kemanusiaan

Perang yang memasuki pekan ketujuh itu belum menunjukkan tanda-tanda reda, meski dunia menyerukan adanya "jeda kemanusiaan".

Baca juga: Pasukan Israel perintahkan evakuasi RS Al-Shifa di Gaza

OCHA, badan kemanusiaan PBB, mengatakan tidak ada bantuan yang memasuki Gaza selama tiga hari berturut-turut pada Jumat karena tidak ada bahan bakar dan jaminan keamanan.

Mereka mengatakan air limbah mulai luber ke jalan di beberapa kawasan akibat kurangnya bahan bakar untuk mengoperasikan fasilitas pengolahan limbah.

Otoritas Gaza pada Sabtu mencatat jumlah warga Palestina yang tewas sejak 7 Oktober mencapai 12.300 orang, termasuk 5.000 anak-anak.

PBB menilai angka tersebut kredibel, meski sekarang hanya diperbarui sesekali karena rusaknya jaringan telekomunikasi.

Di lain pihak, Israel mencatat 1.200 warganya tewas dan 240 lainnya disandera Hamas dalam serangan 7 Oktober.

Militer Israel mengatakan jumlah tentaranya yang tewas di Gaza bertambah lima menjadi 57 orang sejak Jumat.

Baca juga: Para pemimpin APEC berbeda pandangan soal perang Ukraina dan Gaza

Sumber: Reuters
 

Pewarta: Anton Santoso
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2023