Baghdad (ANTARA News) - Serangan-serangan bom menewaskan delapan orang di alun-alun kota di Irak, Jumat, kata sejumlah pejabat.

Dalam serangan paling mematikan, tujuh orang tewas ketika seorang penyerang bom bunuh diri yang memakai seragam militer meledakkan mobilnya menjelang sholat Jumat.

Serangan itu terjadi di Samarra, sebuah kota berpenduduk mayoritas Sunni di sebelah utara Baghdad, di dekat alun-alun Al-Haq, yang selama berbulan-bulan menjadi titik fokal protes anti-pemerintah.

Menurut polisi dan petugas medis, serangan bom mobil bunuh diri di dekat masjid Al-Razzaq itu menewaskan tujuh orang dan mencederai sembilan lain.

Pelaku serangan itu memakai seragam angkatan darat, kata polisi.

Di Kut, kota berpenduduk Syiah di sebelah selatan Baghdad, sebuah bom meledak di alun-alun Al-Amil sekitar pukul 10.00 waktu setempat (pukul 14.00 WIB), menewaskan satu orang dan mencederai 17 lain.

Dua militan juga tewas di kota wilayah utara, Hawijah, ketika bom yang akan mereka pasang tiba-tiba meledak, kata beberapa pejabat.

Serangan-serangan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Kekerasan di Irak meningkat sejak awal tahun ini, dan menurut laporan PBB, lebih dari 2.500 orang tewas dari April hingga Juni, jumlah tertinggi sejak 2008.

Jumlah kematian pada Maret mencapai 271, sementara sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.

Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki, demikian AFP.

(M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013