Semarang (ANTARA News) - Karnaval budaya Dugderan yang digelar tiap tahun untuk menyambut bulan puasa mulai kehilangan substansinya, kata budayawan Djawahir Muhammad

"Hilangnya substansi itu, terutama pada warak (maskot karnaval budaya Dugderan, red.) sebagai presentasi karakter atau identitas orang Semarang," katanya di Semarang, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa identitas dalam warak itu diwujudkan dengan sudut-sudut yang lurus 90 derajat yang menandakan masyarakat Semarang yang egaliter, terbuka, dan tidak banyak basa-basi.

"Sekarang kepala warak sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan kesenian lain yang sudutnya tidak tegas atau `bliyat-bliyut`," ujarnya.

Menurut dia, hal tersebut bertolak belakang dengan sebuah teori bentuk mengikuti fungsi.

"Kalau bentuknya sudah berubah, fungsinya akan ikut berubah sehingga bentuk asli warak tidak boleh diubah walaupun secara kreativitas dibolehkan," katanya.

Ia mengharapkan Pemerintah Kota Semarang memberikan masukan kepada para pengrajin atau pembuat agar mengerjakan warak sesuai dengan bentuk aslinya.

Secara umum, ia juga menilai jika saat ini orientasi karnaval Dugderan hanya sebagai peristiwa budaya dan rekonstruksi sejarah saja.

"Dugderan tidak lagi berfungsi sebagai penanda dimulainya puasa bagi umat muslim, tetapi hanya `dalam rangka` menyambut Ramadhan," ujarnya.

Pewarta: Wisnu Adhi
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2013