Jakarta (ANTARA News) - Maraknya tayangan infotainment di hampir seluruh stasiun televisi menjadi perhatian Nahdlatul Ulama (NU) dan menjadi salah satu persoalan yang akan dibahas dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, 27 Juli mendatang. Rais Syuriah PBNU KH Ma`ruf Amin yang dihubungi di Jakarta, Selasa, menegaskan bahwa bukan maksud NU untuk iseng atau usil mempersoalkan tayangan infotainment, namun karena tidak sedikit kalangan yang mempertanyakan tayangan itu jika ditinjau dari hukum agama. "Banyak kalangan yang mempertanyakan tayangan itu jika ditinjau dari sudut tuntunan agama, apalagi kecenderungan tayangan itu membuka aib atau kejelekan orang lain," kata Ma`ruf yang juga Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut Ma`ruf, para ulama NU se-Indonesia akan meninjau tayangan tersebut dari kacamata hukum agama Islam, mulai dari yang memproduksi, menayangkan atau menyiarkan, hingga hukum bagi mereka yang menonton tayangan tersebut dalam forum bahtsul masail. Dalam draf materi bahtsul masail diniyah waqi`iyyah Munas Alim Ulama NU yang disusun panitia yang diketuai KH Ma`ruf Amin disebutkan, tayangan infotainment yang menarik minat banyak pemirsa karena menyangkut kehidupan para selebritis jika ditinjau dari hukum Islam tidak boleh ditayangkan karena termasuk "ghibah" (gunjingan), bahkan terkadang mengarah pada upaya menyebar fitnah. "Pada dasarnya menayangkan atau menyiarkan, menonton atau mendengarkan acara yang mengungkap dan membeberkan kejelekan sesorang melalui acara apapun adalah haram, kecuali didasari tujuan yang dibenarkan secara syar`i seperti memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan atau laporan, meminta bantuan, meminta fatwa hukum," demikian pendapat panitia yang tertulis dalam draf materi Munas tersebut. Forum bahtsul masail diniyah waqi`iyyah Munas Alim Ulama NU juga akan membahas berbagai kuis berhadiah melalui siaran televisi, radio, media massa, dan layanan pesan singkat (SMS) untuk dijawab dengan menggunakan telepon dan SMS dari kaca mata hukum agama. Menurut Ma`ruf, ada beberapa pendapat menyangkut hukum kuis berhadiah tersebut. Jika dalam kuis itu tidak ada hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai unsur judi atau taruhan maka kuis tersebut tidak menjadi persoalan. "Pantas manakala sesuatu yang diterima oleh penelepon disebut hadiah karena penelepon tidak mengeluarkan sesuatu untuk taruhan," katanya. Namun, berbeda hukumnya jika dalam kuis itu terdapat unsur judi seperti penelepon dikenai harga pulsa yang melebihi tarif biasa. "Hukum kuis berhadiah yang dijawab dengan telepon atau SMS dengan tarif pulsa melebihi biasa adalah termasuk judi dan hukumnya haram karena terdapat unsur maisir (taruhan) yang dijadikan sarana untuk mencari keuntungan bagi pemberi hadiah," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006