Kupang, NTT (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemilihan Umum NTT, Djidon de Haan, mengatakan, KPU telah mematok paling lambat pemungutan suara putaran pertama Pilkada Belu pada 31 Oktober 2013. 

Kabupaten yang persis berbatasan darat dengan wilayah induk negara Timor Timur itu telah menjadi dua, yaitu Kabupaten Belu sebagai kabupaten induk dengan 12 kecamatan, dan Kabupaten Malaka di selatan dengan 12 kecamatan juga, pada 13 April lalu. 

"Jika sampai batas waktu 31 Oktober, Pilkada Belu belum bisa digelar maka KPU tidak bisa berbuat apa-apa karena pelaksanaan Pilkada di atas 31 Oktober, maka KPU dapat dikategorikan melanggar undang-undang," kata de Haan, di Kupang, Minggu.

Dikarenakan pemekaran wilayah inilah, maka pelaksanaan Pilkada Belu menjadi polemik. Bupati Belu, Joachim Lopez, menegaskan, pilkada di kabupaten itu tidak akan melibatkan pemilih dari kabupaten hasil pemekaran. 

Sedangkan KPU Pusat, sebagaimana juga diutarakan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, mengeluarkan aturan sebaliknya, yaitu pemilih di kabupaten pemekaran juga masuk dalam daftar pemilih sementara dan tetap pada pilkada bersangkutan. 

de Haan juga mempertanyakan, "Mengapa untuk pemilihan legislatif 2014, pemerintah Kabupaten Belu menyerahkan DP4 mencakup 24 kecamatan. Tetapi untuk Pilkada Belu, pemerintah daerah hanya menyerahkan DP4 12 kecamatan saja."

de Haan menjelaskan, Malaka memang sudah menjadi kabupaten sendiri tetapi dalam kaitan dengan Pilkada maupun pemilu legislatif pada 2014, namun Malaka masih tetap bergabung dalam kabupaten induk.

Dalam kasus Pilkada Belu, kata dia, pemerintah Kabupaten Belu menolak menyerahkan DP4 dari 12 kecamatan yang masuk dalam Kabupaten Malaka.

"KPU NTT sudah mengarahkan KPU Kabupaten Belu untuk menerima saja DP4. Jika DP4 yang diserahkan hanya 12 kecamatan, maka KPU akan bersikap dengan tidak bisa melakukan pemutakhiran data pemilih karena tidak sesuai dengan yang diatur dalam aturan," tegas de Haan.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2013