Jakarta (ANTARA News) - Indonesia diperkirakan mengalami krisis pilot, baik untuk kategori pesawat jenis jet penerbangan sipil maupun helikopter pada 5-10 tahun ke depan karena tidak jelasnya pengaturan dan kode etik di sektor jasa profesi pilot ini di tanah air. "Krisis pilot akan terjadi 5-10 tahun lagi bila pihak terkait, khususnya para pilot itu sendiri tidak peduli. Beberapa maskapai sejak tahun lalu sudah mengeluhkan sulitnya mendapatkan pilot dari dalam negeri," kata Ketua Federasi Pilot Indonesia (FPI) periode 2001-2006, M. Napitupulu kepada pers di sela Kongres II FPI di Jakarta, Rabu. Menurutnya, sampai saat ini, kode etik profesi pilot secara alamiah bisa dikatakan sudah terkubur karena ada tren yang tidak baik yakni, maraknya "pembajakan" pilot antar maskapai tanpa prosedur dan aturan baku yang jelas sehingga dalam jangka panjang, ini tidak menguntungkan baik bagi maskapai maupun pilot itu sendiri. "Hingga semester I 2006 ini, sekitar 400-an transfer pilot terjadi antar maskapai dengan cara yang tidak wajar. Artinya, terjadi upaya saling bajak," katanya. Dicontohkannya, saat ini beberapa kasus "bajak-membajak" pilot antar maskapai kini tanpa jaminan uang transfer dan mereka hanya terjebak pada janji penghasilan lebih besar, tetapi kenyataannya, menjadi merana dan tidak jelas nasibnya ketika maskapai yang bersangkutan tidak jelas kinerjanya. "Padahal, jika ada transfer maka hal itu tidak hanya menguntungkan maskapai, tetapi juga pilot yang bersangkutan. Dulu pernah ada uang transfer hingga Rp250 juta per pilot, tetapi kini sudah tidak ada," katanya. Padahal, nilai lebih seorang pilot tidak hanya dihargai dari lama jam terbangnya, tetapi pengalaman yang dimiliki adalah aset termahal. Akibatnya, dia memperkirakan, hal itu akan berdampak pada terancamnya keselamatan penerbangan itu sendiri karena standar kompetensi pilot yang dibajak menjadi tidak jelas. "Artinya, banyak kasus ketika di maskapai A, belum kapten pilot, tetapi pindah ke maskapai B, langsung menjadi kapten pilot," katanya. Oleh karena itu, pihaknya sudah menyusun standar kompetensi pilot Indonesia dan segera disosialisasikan kepada pihak terkait, khususnya regulator agar secara tidak langsung bisa disinergikan dengan ketentuan dan persyaratan pilot yang berlaku. Standar kompetensi itu, tegasnya, antara lain bertujuan agar pilot Indonesia memiliki kepedulian yang cukup pada profesinya, termasuk tidak terpengaruh dengan kondisi manajemen maskapai. "Kami tidak ingin lagi mendengar ada pilot dipaksa terbang oleh manajemen dengan kondisi pesawat yang sebenarnya `bermasalah`," tegasnya. Ia juga mengatakan dengan standar kompetensi itu ada standar minimum penghasilan pilot Indonesia per bulan dan lainnya. Soal kesejahteraan ini, katanya, memang sensitif karena gaji ko-pilot awal di negara miskin seperti Bangladesh saja sudah sekitar 4.500 dolar AS, sedang di Indonesia, seorang kapten pilot tidak lebih dari 2.000 dolar AS. Jumlah pilot pesawat jet sipil di Indonesia saat ini sekitar 3.500 orang dan dari jumlah ini, hanya sekitar 2000-an yang terdaftar sebagai anggota FPI. Sementara itu, nasib kaderisasi pilot helikopter di tanah air, sejak 15 tahun bisa dikatakan "mandeg" karena pendidikan pilot helikopter di Indonesia sudah tutup, sementara total pilot helikopter di tanah air hanya 30-40 orang dengan delapan perusahaan penerbangan helikopter.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006