Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI), Sudradjat DP, menilai produk kayu lapis Indonesia belum dapat memanfaatkan peluang ekspor yang cukup besar, karena tidak mampu memenuhi permintaan pasar internasional. "Harga kayu lapis di pasar international saat ini mencapai 750 dolar AS per meter kubik, namun pengusaha Indonesia tidak dapat memanfaatkannya karena kalah bersaing dengan negara lain," kata Sudradjat kepada ANTARA di Jakarta, Kamis. Dikatakannya, kondisi pasar kayu lapis internasional dewasa ini cukup baik, hal itu ditandai dengan naiknya harga kayu lapis dari sekitar 500 dolar AS per meter kubik beberapa bulan lalu menjadi 750 dolar AS per meter kubik. "Namun kenaikan harga itu tidak dapat dimanfaatkan oleh pengusaha kayu lapis Indonesia, antara lain karena kepastian pasokan bahan baku yang jauh dari kebutuhan dan mesin-mesin yang sudah tua," kata Sudradjat. Menurut dia, industri kayu lapis Indonesia kini menghadapi krisis keuangan guna melakukan strukturisasi permesinan yang diperkirakan mencapai 500 juta dolar AS. Kebutuhan dana sebesar 500 juta dolar AS untuk menstrukturisasi mesin tua bagi sekitar 50 perusahaan itu sangat mendesak, sehingga diimbau agar pemerintah melalui perbankan mengucurkan kembali kredit bagi industri kayu lapis nasional. "Strukturisasi permesinan perlu segera dilakukan, karena mesin-mesin yang dimiliki industri kayu Indonesia umumnya usianya sudah 20 tahun sehingga tidak efisien lagi akibatnya produknya kalah bersaing dengan negara lain," katanya. Sudrajat mengingatkan permasalahan utama industri kayu lapis di dalam negeri saat ini adalah efisiensi yang disebabkan oleh usia mesin yang sudah tua, akibatnya industri kayu dalam negeri boros bahan baku, sementara produksi kayu dari hutan mulai langka. Ia juga mengakui saat ini sudah ada perusahaan yang melaksanakan strukturisasi permesinan, namun masih banyak yang belum karena keterbatasan modal kerja. Menurut Sudradjat, perbankan tidak keberatan memberikan pinjaman, asalkan perusahaan memiliki kelayakan usaha." Kelayakan usaha dapat dilihat dari kinerja perusahaan, jaminan pasokan bahan baku dan potensi pasar yang akan dijadikan sasaran penjualan produknya," tuturnya. Sulitnya memperoleh bahan baku log merupakan salah satu kendala mengapa industri kayu lapis Indonesia produksinya dibawah kapasitas terpasang. Untuk mengatasi kebutuhan bahan baku, MPI telah minta agar Departemen Kehutanan meningkatkan jatah kayu log untuk industri dalam negeri dari 8 juta meter kubik pada 2006 ditingkatkan 20 persen menjadi 10 juta meter kubik untuk 2007, demikian Sudradjat. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006