Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak ada bukti nyata yang menunjukkan rendahnya penyerapan anggaran diakibatkan oleh pemberantasan korupsi yang berlebihan. "Kalau itu muncul sebagai kekhawatiran, sah-sah saja. Tapi beri bukti yang konkret, harus ada perhitungan-perhitungan yang bisa dipertanggungjawabkan secara empiris dan kualitatif," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Erry Ryana Hardjapamekas, kepada wartawan di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis. Ia menambahkan belum ada yang bisa memastikan bahwa rendahnya pertumbuhan ekonomi akibat rendahnya penyerapan anggaran disebabkan karena pemberantasan korupsi yang berlebihan. "Jika itu dinilai karena aparat penegak hukum yang `over acting` dalam memberantas korupsi, itu mungkin. Tapi belum tentu juga, bagaimana mengukurnya," ujarnya. Jika ada kepala daerah yang merasa ada penekanan atau pemerasan dari aparat penegak hukum, Erry mengatakan kepala daerah itu bisa melaporkan kepada KPK dan KPK akan segera menindaklanjutinya. Tetapi, ia mengimbau kepada penyelenggara negara untuk tidak khawatir terhadap upaya pemberantasan korupsi selama tindakan yang dilakukan mereka tidak melanggar hukum dan bukan tindak pidana korupsi. Erry menilai kekhawatiran sejumlah kepala daerah dalam penggunaan anggaran daerah (APBD) dan permintaan jaminan hukum terhadap mereka sebagai sikap yang berlebihan. "Sangat berlebihan jika ada ketakutan menjadi pimpinan proyek yang berasal dari anggaran daerah, selama yang bersangkutan menjalankan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku," tuturnya. Menurut Erry, ketakutan tersebut lebih banyak diakibatkan masih maraknya pungutan atau kewajiban yang harus disetorkan oleh pimpinan proyek kepada pejabat atasannya. "Kalau pimpro tidak dibebani dengan kewajiban di luar kemampuannya, saya kira tidak ada alasan untuk takut menjadi pimpro," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006