Surabaya, (ANTARA News) - Seorang pemerhati satwa liar, Singky Soewadji mengemukakan, keberadaan Harimau Sumatra kini menghadapi masalah untuk pengembangbiakan karena sulit mencari pasangan yang tidak sedarah untuk dikawinkan. "Masalah ini dihadapi oleh hampir semua lembaga konservasi, dalam hal ini kebun binatang di Indonesia. Kalau dipaksakan kawin sedarah, maka akan merusak genetikanya," kata Singky kepada ANTARA di Surabaya, Jumat. Menurut dia, kondisi yang sama juga dialami kebun binatang di luar negeri, seperti Amerika Serikat yang juga memiliki koleksi Harimau Sumatra. Mereka sulit dikawinkan karena tidak ada pasangan dengan "darah" baru. "Salah satu caranya adalah dengan menukar harimau di kebun binatang dengan koleksi yang dimiliki Taman Safari Indonesia (TSI) yang banyak berasal dari habitat aslinya. Koleksi TSI ini juga bisa dipinjamkan ke kebun binatang di luar negeri," ujarnya. Penyayang satwa yang juga pengurus bagian Humas Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) itu mengemukakan, untuk pertukaran antarkebun binatang, tampaknya sulit karena banyak Harimau Sumatera yang masih sedarah. "Contohnya dulu koleksi dari Ragunan Jakarta dikirim ke Surabaya, lalu dari Surabaya dikirim ke Yogyakarta. Makanya sulit untuk mengawinkan koleksi Ragunan dengan kebun binatang di Yogyakarta karena masih satu darah," ujarnya. Menurut dia, kalau kondisi ini tidak segera dicarikan penyelesaiannya oleh pemerintah, yakni Departemen Kehutanan, maka dalam beberapa puluh tahun ke depan harimau Sumatera akan punah, sebagaimana Harimau Jawa dan Bali. "Di habitat aslinya kini tinggal sekitar 400 ekor dan itupun setiap minggunya dibantai. Nah yang ada di lembaga konservasi kalau tidak dikembangkan, lama-lama akan punah juga sejalan dengan umurnya karena mati," katanya. Dikatakannya, pengiriman koleksi beberapa kebun binatang atau TSI ke laura negeri diharapkan akan mampu mencegah kepunahan jenis harimau tersebut. "Kalau di seluruh dunia ada Harimau Sumatra yang bisa dikembangkan, maka meskipun nanti di habitatnya habis karena hutannya terus dibabati, maka kita masih bisa melihat di kebun binatang," katanya.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006