Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) mengkhawatirkan serbuan mutiara produksi China ke sentra-sentra produksi mutiara Indonesia seperti Pulau Komodo, Lombok, dan Bali.

"Mutiara berkualitas rendah asal China yang berton-ton masuk ke sentra-sentra produksi di Tanah Air bisa menjelekkan citra mutiara Indonesia karena konsumen mengira mutiara tersebut produksi Indonesia," kata Ketua Bidang Pengembangan Produk Asbumi, Ratna Zhuhry Mahyuddin, di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, kualitas mutiara China yang biasa disebut Fresh Water Pearl jauh di bawah mutiara Indonesia yang termasuk kategori South Sea Pearl dengan grade A atau kualitas super.

"Kalau mutiara China maksimal hanya bisa tahan dua tahun, dan kalau sudah dilubangi akan mudah rapuh, tidak seperti South Sea Pearl yang tahan lama, sampai bisa seumur hidup kalau tidak terkena aerosol," kata Ratna.

Menurut dia, hal itu terjadi karena Fresh Water Pearl asal China hanya dibudidayakan selama enam bulan dan dalam satu kerang bisa terdapat enam sampai 12 butir mutiara.

Sedangkan waktu budidaya South Sea Pearl asal Indonesia bisa sampai empat tahun dan dalam satu kerang hanya ada satu mutiara.

Harga keduanya terpaut jauh, harga satu butir mutiara China sebenarnya hanya Rp5.000 sedang mutiara asli Indonesia bisa mencapai Rp500 ribu sebutir.

"Banyak pengusaha China yang mengambil dari petani kita dengan harga lima sampai enam dolar Amerika Serikat per gram dan mereka bisa jual lagi di Indonesia seharga sampai 16 dolar AS pada mereka yang tidak tahu," katanya.

Meski demikian, mutiara China secara kasat mata mirip dengan mutiara Indonesia karena pemrosesan menggunakan teknologi tinggi membuat kilaunya bagus.

Ratna menyarankan pecinta mutiara membeli langsung dari para pengusaha yang tergabung di Asbumi untuk menghindari penipuan.

Pemerintah sudah mengambil langkah untuk melindungi mutiara Indonesia, antara lain dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.8 Tahun 2013 tentang Pengendalian Mutu Mutiara yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara RI.

Peraturan tersebut antara lain mencakup pembatasan pintu masuk mutiara impor hanya di Bandara Soekarno Hatta (Banten) dan Bandara Juanda (Surabaya).

"Karena saat ini era-nya sudah perdagangan bebas, kita tidak bisa melarang mereka berhenti membeli atau menjual, yang bisa kita lakukan adalah mengendalikan mutu mutiara yang mereka jual," Direktur Pengembangan Produk Nonkonsumsi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Maman Hermawan.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2013