Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertahanan (Dephan) hingga kini masih menelusuri dugaan penyelewengan dana senilai Rp8 miliar untuk pembangunan Pusat Pendidikan dan Latihan Manajemen (Pusdiklatjemen) dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dephan. "Kita masih telusuri," kata Kepala Bagian Pemberitaan Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Dephan, Sutrimo, di Jakarta, Senin. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Central for Democracy and Social Justice Studies (CeDSoS), John Mempi, mengungkapkan bahwa gedung separuh jadi yang telah dikerjakan sejak 2001 tersebut terindikasi tidak akan terselesaikan sesuai target. Ketika diselidiki, menurut dia, ternyata pihak kontraktor yang ditunjuk Dephan tidak mampu menyelesaikan tugas tersebut. "Seharusnya aparat yang berwenang, BPKP atau BPK, segera memeriksa kejanggalan pada gedung pemerintah tersebut dengan memanggil kontraktor pelaksana. Tidak mungkin kalau prosesnya benar, gedung pemerintah bisa terbengkalai seperti itu," katanya. Perintah berhenti bekerja memang tertuang pada surat Biro Umum Sekretariat Jenderal Dephan bernomor B/393/V/2006/Roum, tertanggal 23 Mei 2006. Surat yang ditanda tangani Kabag Fasbang Biro Umum, Didik Imam Sutrasno, dan ditujukan ke kontraktor PT Asa Indah Sejahtera itu menyatakan bahwa pekerjaan terpaksa dihentikan karena proses administrasi belum selesai. "Menhan, Juwono Sudarsono seharusnya segera dapat menyelesaikan kasus ini, agar tidak berlarut larut," tegasnya. Kontrak Kerja Konstruksi bernomor SKKK/45/IV/2006 tanggal 21 April 2006 senilai Rp 7.891.638.000 itu seharusnya dibayarkan ke kontraktor pada termin pertama, sesuai dengan kemajuan pekerjaan di lapangan yang sudah mencapai 70%. Sesuai dengan kontrak tersebut, Dephan memiliki kewajiban untuk membayar ongkos kerja sekitar Rp5.524.146.600. Sementara itu, PT Asa Indah Sejahtera selaku kontraktor ketika dihubungi membenarkan bahwa pekerjaan mereka itu telah dihentikan. "Mengapa kami yang disalahkan? Padahal, sudah bekerja sesuai dengan kontrak. Kami pun sudah minta klarifikasi ke Biro Umum Dephan, tapi sampai saat ini belum ada kejelasan yang kongkrit," jelas komisaris perusahaan itu, Finna Octavianus. Finna menambahkan, pihaknya sebenarnya sudah menyurati pihak Inspektorat Jenderal Departemen Pertahanan pada awal Juni lalu, namun hingga saat ini belum ada jawaban. "Kami sudah kerja, tapi sampai sekarang belum dibayar," jelasnya. Menanggapi hal itu, John Mempi mengatakan, persoalan itu kemungkinan baru muncul setelah kewenangan Ditjen Sarana Pertahanan soal pembangunan dipindah ke Biro Umum Dephan. "Seharusnya perpindahan ini jangan sampai berdampak pada pekerjaan di lapangan, apalagi dengan mengatakan administrasi belum selesai," demikian Mempi. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006