Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dinilai kurang memanfaatkan peluang untuk dapat menjadi mediator dalam konflik di Timur Tengah(Timteng). Pernyataan tersebut dikemukakan oleh pakar hubungan internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa. "Indonesia seharusnya bisa lebih dari sekedar mengutuk dan mengirimkan pasukan perdamaian ke Lebanon. Indonesia bisa saja menjadi mediator dalam konflik itu tanpa perlu mengakui Israel," katanya. Menurut Hariyadi, beberapa waktu lalu Duta Besar Palestina untuk Indonesia telah meminta peran aktif Indonesia dan Israel pun tampaknya memberikan lampu hijau. "Indonesia bisa saja punya kontak dan menjadi mediator tanpa perlu mengakui Israel karena posisi Indonesia yang berada di luar pihak-pihak yang berkonflik," katanya. Amerika Serikat (AS) dan Israel, lanjut dia, jelas tidak menerima negara-negara Arab begitu juga sebaliknya sehingga diperlukan pihak ketiga yang tidak ada dalam sistem. "Saya tidak bilang jika Indonesia ikut jadi mediator masalah selesai tapi patut dicoba karena korban sipil terutama di kalangan anak-anak sangat banyak. Tindakan Israel sudah diluar batas," ujarnya. Selain Indonesia, menurut dia, India juga sebetulnya memiliki peluang karena terbilang memiliki hubungan dekat dengan Israel. "Tapi, India sangat hati-hati di persoalan ini karena India juga punya masalah dengan militan di Kashmir sehingga dia tidak mau terlihat membela militan lain," katanya. Sedangkan Malaysia, lanjut dia, tidak memiliki peluang cukup bagus karena terlalu kaku. "Malaysia terlalu kaku karena sangat jelas posisi memihaknya. Indonesia juga jelas memihak rakyat Palestina dan Lebanon namun nada diplomatik Indonesia lebih bisa diterima," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006