Kairo (ANTARA News) - Mahasiswa Indonesia di Mesir menyampaikan reaksi beragam menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyangkut evakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari negara di Lembah Nil tersebut.

Presiden SBY pada Jumat (23/8) menegaskan bahwa evakuasi WNI di Mesir belum diperlukan karena situasi keamanan di negara bergolak itu dinilai masih kondusif.

Kakanda Syadeva, mahasiswa asal Magelang, Jawa Tengah, kepada Antara, Sabtu, menanggapi SBY dengan kalimat puitis, "Wahai presidenku! Apa harus kami tuliskan dengan darah kami. Tentang ketakutan yang tak lagi berbahasa. Tentang keresahan yang tak lagi mampu terkata. Kami ingin evakuasi!".

Sebaliknya, Yuli Yasin, mahasiswi yang sedang menekuni program doktor di Cairo University menilai belum perlu evakuasi.

"Saya rasa belum diperlukan evakuasi karena Mesir masih aman. Toh kita masih beraktivitas seperti biasa diluar jam malam," ujar mahasiswi asal Karawang, Jawa Barat, itu.

Penilaian senada diutarakan Anhar M Elluary, mahasiswa asal Ternate, Maluku Utara yang kuliah di Universitas Al Azhar Cabang Tafahna.

"Menurut saya, evakuasi WNI untuk saat ini belum dibutuhkan, karena kenyataan di lapangan menunjukkan keamanan Mesir masih cukup kondusif," kata Anhar yang juga selaku Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir Cabang Tafahna.

Anhar mencontohkan, PPMI Cabang Tahfahna beranggotakan 75 orang, yang mendaftar untuk rencana evakuasi hanya tujuh orang saja, selebihnya ingin tetap di Mesir karena merasa masih aman.

Namun Marwan Kasim Abdullah, mahasiswa asal Gorontalo menginginkan evakuasi mendesak karena menganggap krisis semakin membara dan mengancam keselamatan.

Penilaian seirama diungkapkan Dita Rosmita, mahasiswi asal Cikampek, Jawa Barat, yang kuliah di Universitas Al Azhar Putri Cabang Alexandria.

"Saya menginginkan evakuasi karena cuma ada mahasiswi di kawasan rumah saya di daerah, yaitu Alexandria, sehingga membuat kami ketakutan".

Jajak pendapat

Jajak pendatat terhadap 263 responden dari kalangan mahasiswa menunjukkan 126 orang (47,9 persen) menginginkan evakuasi, dan 137 orang (52,0 persen) enggan ikut evakuasi.

Jajak pendapat yang dilakukan dengan wawancara tatap muka, telepon dan lewat jejaring sosial facebook tersebut bersifat independen atas prakarsa pribadi wartawan Antara di Kairo.

Pengumpulan pendapat terhadap mahasiswa yang berdomisili di Kairo dan beberapa kota provinsi tersebut tidak bersifat ilmiah dan belum mewakili jumlah mahasiswa, namun paling tidak untuk mengetahui gambaran seberapa jauh sambutan mahasiswa terkait rencana evakuasi.

Dua hari pengumgpulan pendapat pada Jumat dan Sabtu (23-24/8) itu responden diminta menjawab "ya" atau "tidak" mengenai rencana evakuasi, dan asalan atas jawaban tersebut.

Asalan yang disampaikan berporos pada dua hal, yaitu mereka yang menjawab "ya evakuasi" menganggap kondisi kemanan telah membahayakan keselamatan, sementara yang menjawab "tidak evakuasi" menilai situasi keamanan masih kondusif.

Hasil jajak pendapat tersebut mendekati perkiraan yang sebelumnya diutarakan Wakil Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir, Delfa Haryadi.

Delfa memperkirakan bahwa persentase keinginan mahasiswa menyangkut evakuasi itu, fifty-fifty, yakin 50 persen dari sekitar 3.500 mahasiswa ingin dievakuasi, dan 50 persen lainnya enggan.

Tsaqofina Hanifah, Ketua Wihdah PPMI-Putri yang beranggotakan 872 mahasiswi juga memperkirakan sekitar 40 persen ingin evakuasi, dan 60 persen enggan dievakuasi.

Sementara itu, KBRI Kairo saat ini sedang melakukan pemutakhiran data WNI, termasuk memastikan kelengkapan dokumen seperti masa berlakunya visa, untuk persiapan bila sewaktu-waktu diperlukan evakuasi.

Di sisi lain, kondisi keamanan di Kairo pada Sabtu (24/8) cukup kondisif, kendati unjuk rasa damai pendukung presiden terguling Mohamed Moursi masih berlangsung di beberapa tempat Kairo dan sejumlah provinsi.

Pemberlakukan jam malam atau larangan keluar rumah di waktu malam telah dikurangi mulai Sabtu (24/8) menjadi pukul 21.00-6.00 dari sebelumnya 19.00-6.00.

Jam malam tersebut diberlakukan sejak Rabu (14/8) selama satu bulan menyusul tragedi Bundaran Rabiah Adawiyah akibat pembubaran paksa aksi duduk pendukung Presiden Moursi.

(M043/N001)

Pewarta: Munawar S Makyanie
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013