Kupang (ANTARA News) - Sedikitnya 200 hektare sawah di Desa Oesao Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur mengalami kekeringan akibat minimnya cadangan air di bendungan tadah hujan yang dibangun di lokasi sekitarnya.

"Kami biasanya memanfaatkan air cadangan di bendungan buatan di bagian atas lokasi persawahan. Namun saat ini bendungannya juga kering karena kemarau, sehingga padi yang kami tanam juga kering," kata seorang petani, Semi Mahuri, di Kupang, Senin.

Para petani, katanya, salah dalam menghitung musim tanam kedua, sehingga berdampak budidaya mengalami kekurangan air dan kekeringan.

Menurut pemilik 60 are lahan sawah itu, para petani memperkirakan curah hujan masih akan terjadi hingga awal Agustus kendati dengan intensitas rendah. Jika hal itu terjadi, akan membantu dalam menambah cadangan air dari curah hujan tersebut di bendungan buatan.

Namun demikian, pascapanen pertama, memasuki akhir Juli para petani mengambil keputusan untuk melanjutkan penanaman tahap dua. "Dalam perjalanan usai tanam, hujan tak lagi turun dan cadangan air di bendungan buatanpun kering. Keringlah juga lahan dan padi yang sudah ditanam," katanya.

Diakui seluruh hamparan sawah yang memisahkan jalur utama trans Timor, Indonesia-Timor Leste itu, masih sangat bergantung pada curah hujan, selain cadangan air di bendungan. "Kalau tak ada air maka keringlah sawah kami," katanya.

Meski demikian, katanya, masih dimungkinkan beralih ke budidaya jagung jika didukung pasokan air dari sumur bor. Namun hal itu tidak bisa membantu perekonomian rumah tangga, apalagi untuk tanam juga perlu biaya.

"Memang agak sulit dalam kondisi kemarau ini, makanya saya terpaksa beralih usaha menjadi penjual kue," katanya.

Dia berharap pemerintah masing-masing wilayah kabupaten maupun provinsi bisa membantu para petani dengan membangun sebuah bendungan permanen agar bisa menjadi sumber air baku bagi irigasi pertanian di daerah itu, sehingga musim tanam petani bisa tak terbatas waktu dan musim karena cadangan air selalu tersedia.

Pewarta: Yohanes Adrianus
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2013