Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan empat Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) sebagai paket pertumbuhan dan stabilitas ekonomi pada Agustus 2013.

"Kondisi perekonomian global yang tidak bersahabat dan kondisi perekonomian nasional yang terpengaruh akhir-akhir ini dikhawatirkan mengganggu momentum pertumbuhan ekonomi, karena itu pemerintah mengumumkan empat kebijakan pada Jumat lalu," kata Menteri Keuangan, Chatib Basri, dalam konferensi pers tentang Paket Kebijakan Insentif Fiskal dalam Rangka Memberikan Stimulus Pertumbuhan Ekonomi di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu.

Chatib mengatakan telah merevisi dan menerbitkan empat Permenkeu sebagai bagian dari paket kedua terkait menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Ia menyebutkan empat paket kebijakan itu, di antaranya relaksasi kebijakan pada kawasan berikat, penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk produk-produk tertentu yang sudah tidak tergolong barang mewah, pemberian fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor atau penyerahan buku dan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 tahun 2013 bagi Wajib Pajak industri tertentu.

Dia menjelaskan peraturan-peraturan dalam PMK Nomor 147/PMK.04/2011 (PMK 147) tentang Kawasan Berikat (KB), antara lain penjualan lokal, ketentuan lokasi, subkontrak dan simplifikasi prosedur perijinan pemasukan barang modal.

"Penambahan alokasi penjualan lokal untuk seluruh jenis barang diberikan 50 persen dari realisasi ekspor" katanya.

Chatib mengatakan untuk mendapatkan batasan penjualan lokal lebih besar dari 50 persen dengan persetujuan Dirjen Bea dan Cukai harus menyertakan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Terkait ketentuan lokasi, perusahaan KB baru dengan luas minimal satu hektare harus mengajukan izin KB setelah berlakunya Permen 147, sementara perusahaan KB yang sudah ada (existing) sebelum Permenkeu dapat memperpanjang izin KB, termasuk perusahaan fasilitas pengembalian dan pembebasan bea masuk dalam rangka ekspor (ex-KITE).

"Terkait subkontrak, perusahaan KB dapat mensubkontrakkan sebagian kegiatan utamanya kepada perusahaan lokal," katanya.

Dia menjelaskan untuk simplifikasi prosedur pemasukan barang modal berupa peralatan pabrik atau suku cadang, cukup mendapat izin dari kantor pelayanan pabean setempat, tidak perlu lagi ke kantor wilayah untuk efisiensi.

Kebijakan kedua, lanjut Chatib, terkait pembebasan PPnBM, yakni bertujuan untuk membatasi barang kena pajak (BKP) yang dikenai PPnBM.

Ia menyebutkan barang-barang yang sudah tidak tergolong mewah lagi, yakni peralatan rumah tangga dengan harga Rp5 juta atau Rp10 juta, pesawat penerima siaran televisi di bawah Rp10 juta dan 40 inchi, lemari pendingin (kulkas) di bawah Rp10 juta, mesin pengatur suhu udara (AC) di bawah Rp8 juta, pemanas air dan mesin cuci di bawah Rp5 juta, proyektor dan produk saniter di bawah Rp10 juta.

"Dengan kebijakan ini, diharapkan harga barang-barang lebih terjangkau oleh kalangan luas dan pasar akan lebih bergairah," katanya.

Selain itu, dia menambahkan, bertujuan untuk meningkatkan kinerja produk domestik dalam rangka bersaing dengan produk impor ilegal.

Chatib menjelaskan kebijakan ketiga tentang pembebasan PPN atas impor atau penyerahan buku, yakni untuk memperluas ruang lingkup pemberian fasilitas pembebasan tersebut, tidak hanya terbatas pada buku pelajaran umum, pelajaran agama dan kitab suci, tetapi juga untuk semua buku nonfiksi tanpa melalui rekomendasi kementerian terkait.

Kebijakan keempat, dia memaparkan bentuk insentif PPh, yakni pengurangan PPh 25 persen dari PPh pasal 25, bagi wajib pajak tidak berorientasi ekspor, sementara untuk yang berorientasi ekspor, pengurangan pajak sebesar 50 persen pada masa pajak Agustus 2013.

Selain itu, diberlakukan keringanan pembayaran PPh pasal 29 tahun 2013 paling lama tiga bulan dari saat terhutangnya pasal 29 serta penghapusan sanksi administrasi atas penundaan pembayaran PPh Pasal 29 tersebut.

Chatib menjelaskan pemberian insentif PPh pada industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furniture dan mainan anak-anak tersebut bertujuan agar industri padat karya tidak melakukan putus hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2013