Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan pemerintah harus fokus pada sektor fiskal untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Perbaikan sektor fiskal harus menjadi fokus karena hal itulah yang menjadi penyebab utama penurunan nilai tukar rupiah," kata Wijayanto Samirin dihubungi di Jakarta, Kamis.

Wijayanto mengatakan kalau pun Bank Indonesia (BI) harus merespon gejolak di pasar keuangan, ada dua alternatif yang bisa dilakukan, yaitu intervensi pasar dengan membeli rupiah serta menaikkan BI Rate.

Namun, Wijayanto berpendapat intervensi pasar tidak ideal dilakukan ketika cadangan devisa mulai menipis. Apabila hal itu dipaksakan justru akan mengurangi kepercayaan investor terhadap rupiah.

"Dalam hal ini, saya sependapat dengan pakar ekonomi UGM Tony Prasetiantono agar pemerintah memanfaatkan Chiang Mai Initiative untuk memperkuat cadangan devisa," tuturnya.

Sedangkan apabila BI Rate dinaikkan, akan berdampak negatif pada suku bunga perbankan dan pertumbuhan ekonoi serta indeks harga saham. BI harus hati-hati setidaknya untuk menjaga jarak antara Fed rate dengan BI rate agar bergerak paralel.

Sebelumnya, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro meminta adanya respon yang lebih memadai dari BI untuk mengatasi gejolak di pasar keuangan, yang terjadi akibat pelemahan rupiah dan anjloknya bursa saham.

"Ini tren moneter dan fiskal, jadi harus ada respon kebijakan dari dua sisi. Kita berharap dari BI ada kebijakan yang bisa langsung menjawab apa yang terjadi di pasar pada hari-hari ini," katanya.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2013