Brasilia (ANTARA News) - Presiden Brazil Dilma Rousseff menuduh Amerika Serikat memata-matai perusahaan minyak raksasa milik Brazil, Petrobas, demi alasan ekonomi dan strategis, bukan kepentingan nasional.

Tuduhan spionase online terbaru yang dilakukan Dewan Keamanan Nasional (NSA) muncul di televisi Minggu malam waktu setempat ketika TV Globo melaporkan Petrobras yang menjadi pemimpin dunia dalam penambangan minyak di laut, menjadi salah satu target mata-mata AS, bersama Google dan kementerian luar negeri Prancis.

Rousseff berkata, "Jika fakta-fakta itu terkonfirmasi, maka akan jelas spionase itu bukan demi keamanan atau memerangi terorisme, tapi untuk memenuhi kepentingan ekonomi dan strategis."

"Tak diragukan lagi, Petrobras bukanlah ancaman untuk keamanan negeri mana pun," kata presiden seperti dikutip AFP.

Upaya mencuri data dan informasi itu tidak sebanding dengan koeksistensi demokratis antarkedua negara bersahabat, kata Rousseff, seraya menambahkan Brazil akan mengambil segala cara untuk melindungi negara, pemerintah dan perusahaan-perusahaannya.

Petrobras mengaku memiliki sistem berkualifikasi tinggi yang rutin diupdate demi melindingi jejaring komunikasi internalnya.

Menteri luar negeri Brazil menuju AS Selasa WIB ini untuk bertemu dengan Penasehat Keamanan Nasional Susan Rice mengenai krisis mata-mata tersebut. Pertemuan antara Luiz Alberto Figueiredo dan Rice dijadwalkan berlangsung Rabu atau Kamis di Washington.

Rousseff mengungkapkan kekesalan pribadinya atas tuduhan spionase NSA ini di sela KTT G20 di Rusia.

"Pemerintah Brazil memastikan mendapatkan klarifikasi dari pemerintah AS...dan menuntut tindakan khusus untuk menghilangkan kemungkinan spionase untuk selamanya," kata Rousseff.

Laporan TV Globo itu menyebutkan bocoran dokumen intelijen AS tersebut memperlihatkan NSA menyasar Google, Petrobras, kementerian luar negeri Prancis dan SWIFT (sistem pesan keuangan aman untuk 10.000 bank dan lembaga keuangan lainnya di 212 negara).

Direktur intelijen AS James Clapper menampik tuduhan Brazil itu dengan berkilah AS mengoleksi data intelijen asing seperti dilakukan banyak pemerintahan lainnya di dunia, demi memperkuat keamanan warga negara, kepentingan nasional dan sekutunya di seluruh dunia, demikian AFP.

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2013