Jakarta (ANTARA News) - Retakan atau patahan kerak benua dan magnitude di wilayah Nusantara sebenarnya tak terlalu parah seperti misalnya Jepang, sehubungan batuan di Indonesia tidak terlalu keras dan tebal karena batuan yang terlibat masih relatif muda. Jadi energi yang terlepas sebenarnya tidak terlalu besar, kecuali di kawasan Aceh yang gempanya membuat patahan 1.200 km panjangnya, kata Geolog anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Moh. Soffian Hadi, di Jakarta, Minggu. Menurut dia, justru di Indonesia Timur batuan yang ada tebal dan keras, namun demikian tingkat hunian di daerah itu relatif rendah sehingga efek pengrusakannya tidak terlalu besar. Di Jepang, karena kondisi struktur retakan batuannya lebih parah, tingkat amplifikasinya lebih besar daripada Indonesia, namun peluang terlanda tsunami, tanah longsor, dan frekuensi setara, sedangkan magnitude Indonesia setara dengan Iran. Ia juga mengatakan masih adanya perdebatan sengit di antara ahli kebumian tentang fenomena gempa, apakah gempa merupakan kejadian "liar" dan eksplosif atau evolutif dan terstruktur. "Kebanyakan kami lebih percaya bahwa dinamika alam selalu disertai tanda-tanda yang jelas terukur dan bahkan jejak kehadirannya pada masa lalu terekam secara artistik," katanya. Kejadian "sesaat" pelepasan energi itu bisa eksplosif, namun rangkaian prosesnya selalu evolutif, dan sesudah peristiwa eksplosif itu terjadi fase diam. Kemudian proses pemanfaatan dan peregangan terjadi lagi, melewati batas patahan dan kemudian terjadi gempa lagi, demikian seterusnya sampai wilayah itu berubah peran tektonisnya, ujarnya. Gempa yang berulang di lokasi tertentu pada kurun waktu puluhan atau ratusan tahun itu mengingatkan mengapa gempa sebenarnya bisa diwaspadai, meski belum bisa diramal dalam hitungan tahun sekalipun, ujarnya. Gempa, lanjutnya, adalah suatu peristiwa pelepasan energi akibat desakan magma yang bergerak ke permukaan atau patahnya lapisan kerak bumi dengan ketebalan puluhan km akibat dinamika tektonik. "Kalau batuan mengalami tekanan atau tarikan, maka batuan tersebut akan memampat atau meregang, sehingga ketika batas elastisitas dan plastisitasnya terlampaui maka masa batuan itu akan patah. Ketika terjadi patahan itulah pelepasan energi menimbulkan gempa," katanya. Wilayah yang mengalami gempa adalah wilayah yang jaraknya terjangkau oleh rambatan energi dan akan melemah seiring semakin jauhnya jarak, kerapatan masa batuan, berat jenis batuan, dan ada tidaknya retakan pada batuan yang digoyang, ujarnya. Peristiwa patahnya batuan atau disebut gempa, terjadi pada wilayah dinamis pemekaran lantai samudra atau di zona tempat terjadi tabrakan kerak benua dengan kerak benua, atau dengan kerak samudera dan varian lainnya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006