Banjarmasin (ANTARA News) - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan memastikan gejolak ekonomi nasional akan segera mereda dengan adanya keputusan Bank Sentral Amerika yang tidak jadi melakukan pengetatan stimulus yang dilaksanakan pada Rabu malam.

"Saya hampir saja tidak jadi berangkat ke Banjarmasin, seandainya Bank Sentral Amerika (AS) memutuskan pengetatan stimulus dalam rapat tadi malam," kata Dahlan Iskan pada pidato pembukaan Kongres PWI ke XIII di Banjarmasin, Kamis.

Menurut dia, pada Rabu malam, seluruh kementerian ekonomi berkumpul, menunggu dengan was-was keputusan yang sangat penting bagi nasib ekonomi global dari Bank Sentral Amerika, tentang apakah jadi melakukan pengetatan stimulus atau tidak.

"Bila keputusannya jadi, maka kita akan mengalami tsunami ekonomi, yang tanda-tandanya telah kita rasakan dalam beberapa waktu ini," katanya.

Beruntung, keputusannya cukup melegakan, Bank Sentral Amerika tidak jadi melakukan pengetatan stimulus, sehingga Kamis pagi, miliaran dolar kembali mengalir ke tanah air, dan rupiah pun akan segera menguat.

Menurut Dahlan, saat ini pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi bila ternyata Bank Sentral Amerika jadi melakukan pengetatan stimulus untuk mengantisipasi berbagai dampak yang ditimbulkan dari keputusan tersebut.

"Kendati keputusannya cukup melegakan, namun kita akan tetap melaksanakan skenario tersebut," katanya.

Dahlan mengungkapkan, beberapa persoalan yang selama ini dihadapi oleh negara adalah, tidak seimbangnya antara impor dan ekspor. Impor terlalu besar tidak sesuai dengan ekspor yang dilakukan.

Kondisi tersebut terjadi, kata dia, antara lain karena industri pangan nasional yang tidak sebagus tahun-tahun lalu.

Mengatasi hal tersebut, tambah Dahlan, sekenarionya dengan mengalihkan masyarakat Indonesia yang kini sebagai masyarakat pedagang menjadi masyarakat industri.

"Walaupun kita tahu, industri jauh lebih rumit dan sulit dibanding pedagang, karena harus mengurus biaya produksi buruh yang selalu dipaksa demo dan lainnya," katanya.

Menurut Dahlan, masyarakat pedagang memang lebih mudah bagi sebagian individu, namun sangat tidak baik bagi negara, karena akhirnya masyarakat akan sangat tergantung dengan impor.

Persoalan kedua adalah impor BBM yang cukup tinggi yang nilai mencapai 180 juta dolar per hari, sehingga bila diibaratkan, setiap matahari terbit, Pertamina sudah harus menyiapkan dolar sejumlah tersebut.

"Sehingga akhirnya Indonesia terbelenggu oleh dolar," katanya.

Kondisi tersebut harus segera diakhiri dengan menekan impor dan melakukan berbagai penghematan energi yang akan segera dilaksanakan.

Sekenario ketiga adalah transaksi dalam negeri terutama untuk BUMN yang selama ini menggunakan dolar harus dengan rupiah.

Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2013