Bojonegoro (ANTARA News) - Polisi masih terus mengusut kasus pengrusakkan lima unit rumah warga di Desa Mlinjeng, Kec. Sumberrejo, Bojonegoro, Jatim, Selasa (8/9) lalu, yang dilakukan seratus lebih anggota kelompok Perguruan Pencak Silat Setia Hati. Aksi pengrusakan tersebut terjadi karena buntut aksi tawuran sebelumnya antaranggota perguruan pencak silat Kera Sakti dan Perguruan Pencak Silat Setia Hati, keduanya dari Sumberrejo. "Kami masih memintai keterangan saksi pengrusakkan lima rumah warga di Desa Mlinjeng." Kata Kapolsek Sumberrejo, AKP Irianto, yang sedang berada di lapangan mengamankan situasi, Rabu. Hingga Rabu (9/8), sejumlah petugas masih berjaga-jaga mengamankan situasi di Desa Mlinjeng dan sekitarnya di Kec. Sumberrejo, karena beredar rumor akan ada aksi balasan. Menurut Irianto, satu jam sebelum aksi pengrusakkan lima unit rumah tersebut, sempat terjadi aksi tawuran dua anggota dari Kera Sakti dan tiga anggota Setia Hati di Desun Mengkuris Desa Kedungrejo, Kec. Sumberrejo. "Mereka yang mencari gara-gara, anggota kami pulang dicegat kemudian dikeroyok," papar Mujiono, anggota Setia Hati Sumberrejo, kepada ANTARA. Namun, Mujiono tidak tahu persis penyebab aksi tawuran pertama itu. Selang satu jam kemudian, tiga anggota Setia Hati tersebut datang bersama dengan seratus lebih temannya mendatangi kediaman Sugiri (30) di Desa Mlinjeng. Di kediaman Sugiri inilah, seratus lebih masa Setia Hati yang melabrak, mengamuk dan merusak rumah Sugiri, juga rumah tetangganya yang bukan anggota Kera Sakti. Setelah tahu Sugiri tidak ada di rumah. Rumah warga lainnya yang dirusak, dan diobrak-abrik, yakni rumah Rajak (36), Jasman (36), Isnandar (35) dan Suwito (20). "Selain kaca rumah pecah juga pintunya jebol," ungkap Irianto. Menurut dia, polisi berusaha mengusut kasus ini, sekaligus berusaha mendamaikan pertikaian antar perguruan pencak silat di Sumberrejo itu. Sasmito, anggota Perguruan Pecak Silat Setia Hati, menyatakan, kedua perguruan pencak silat di Sumberrejo tersebut, memang sudah lama saling bermusuhan. "Kalau ditanya penyebabnya, ya karena mereka merasa musuh bebuyutan," tutur Sasmito, di Mapolres. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006