Khartoum (ANTARA News) - Dinas keamanan Sudan menutup kantor Arabia News Channel dan Sky News Arabia di Khartoum pada Jumat (27/9), demikian kata staf kedua saluran penyiaran itu kepada Xinhua.

Menurut Saad-Eddin Hassan dari Arabis News Channel dan Tariq At-Tigani dari Sky News Arabia, dinas keamanan dan intelijen nasional telah menutup kantor kedua saluran media tersebut di Ibu Kota Sudan dan menarik kartu pers serta izin kerja mereka.

"Mereka telah memberitahu kami mengenai penutupan Arabia News dan kami diusir dari kantor," kata Hassan, "Mereka tidak memberi penjelasan apa pun mengenai alasan di balik tindakan tersebut."

Tariq At-Tigani dari Sky News mengatakan, "Mereka telah menutup kantor kami dan menarik kartu kami ... Mereka tak memberi alasan di balik prosedur itu. Di pihak kami, saya kira kami tidak melakukan sesuatu yang salah yang memerlukan prosedur ini. Kami telah melaksanakan kewajiban kami dalam mencerminkan apa yang terjadi di Sudan dengan cara yang seimbang."

Belum ada komentar dari Kementerian Penerangan Sudan, lembaga yang mengatur pekerjaan media asing di negeri itu.

Pada Jumat, Menteri Dalam Negeri Sudan Ibrahim Mahmoud, sebagaimana dikutip Radio Sudan, mengecam beberapa saluran berita asing karena "menyiarkan informasi palsu mengenai kerusuhan dan protes baru-baru ini".

Protes terhadap keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar berlanjut pada Jumat, saat ratusan orang berdemonstrasi di Omdurman dan Khartoum. Mereka membakar ban di jalan.

Keputusan pemerintah itu diambil pada Senin (23/9), sebagai bagian dari pembaruan ekonomi dengna tujuan menghidupkan kembali ekonomi negeri tersebut.

Polisi Sudan pada Kamis menyatakan 29 orang, termasuk warga sipil dan polisi, telah tewas selama tiga hari belakangan dalam protes di Khartoum dan Gezira.

"Negara Bagian Khartoum dan Gezira menyaksikan peristiwa yang tidak menguntungkan yang mengakibat 29 kasus kematian di kalangan warga dan polisi," kata satu pernyataan polisi, yang salinannya diperoleh oleh Xinhua.

Ekonomi Sudan telah mengalami kesulitan setelah kehilangan dua-pertiga sumber minyaknya sesudah pemisahan Sudan Selatan pada 2011.

(C003)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2013