Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) membantah menggelembungkan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM), seperti disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata Wakil Presiden Komunikasi Perusahaan Pertamina, Ali Mundakir.

Ia mengemukakan di Jakarta, Rabu, Pertamina dan BPK berbeda cara menghitung titik serah BBM sebagai dasar perhitungan subsidi.

"Itulah kenapa ada perbedaan perhitungan subsidi antara kami dan BPK," katanya.

Pertamina, menurut dia, memandang titik serah BBM subsidi adalah ketika keluar dari depot, sehingga stok di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dapat diklaim sebagai subsidi.

Sementara itu, BPK menganggap stok BBM di SPBU belum dapat dianggap sebagai subsidi selama belum tersalurkan ke konsumen.

BPK menilai, stok BBM di SPBU tersebut baru dapat diklaim pada tahun berikutnya setelah benar-benar tersalur ke masyarakat.

"Kami telah menyampaikan klarifikasi ini kepada BPK, dan kini hampir seluruh klaim subsidi BBM subsidi Pertamina telah dicairkan," katanya.

Sedangkan, ia mengemukakan, sebagian kecil klaim subsidi yang belum terbayar oleh Pertamina juga telah menindaklanjutinya sesuai rekomendasi dan masih menunggu tanggapan BPK.

"Kami mengharapkan hal ini clear untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran informasi," kata Ali.

Sesuai rekomendasi BPK, Pertamina telah melakukan tindak lanjut, seperti kelebihan kuota penyaluran kepada PT Kereta Api, rumah sakit, dan nelayan, sehingga BPK telah memutuskan hal-hal tersebut telah selesai.

Selain itu, Pertamina juga memberikan sanksi secara tegas dan juga menagih kekurangan bayar kepada lembaga penyalur yang terbukti menyalurkan BBM subsidi di luar ketentuan yang berlaku.

Dalam proses penyaluran BBM dan elpiji subsidi, Pertamina terlebih dahulu menalangi biaya yang keluar, baru kemudian mengajukan klaim kepada pemerintah atas volume yang telah disalurkan.

Volume tersebut selanjutnya diverifikasi dulu Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi dan Gas (BPH) Migas dan Kementerian Keuangan sebelum dibayarkan sebanyak 95 persennya.

Sisa tagihan subsidi sebesar lima persen akan dibayarkan setelah audit BPK, ujarnya menambahkan.

Pewarta: Oleh Kelik Dewanto
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2013