Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan biaya relokasi perumahan penduduk yang berada di sekitar bencana "banjir lumpur" di Sidoarjo, Jawa Timur, seluruhnya ditanggung PT Lapindo Brantas. "Pemerintah sama sekali tidak menggunakan dana bencana. Lapindo sejak awal kita tegaskan menanggung seluruh total biaya, termasuk relokasi perumahan penduduk dan operasionalnya," kata Wapres dalam jumpa pers usai shalat Jumat di Kantor Wapres Jakarta, Jumat. Manurut Wapres, lumpur panas Lapindo itu sudah mencapai 50 ribu meter kubik per hari, sehingga setiap harinya diperlukan setidaknya 150 hektar lahan untuk menampung lumpur. Karena itu, lanjut Wapres, rumah-rumah penduduk yang berada di sekitar PT Lapindo Brantas, tidak bisa lagi diharapkan bisa ditempati untuk jangka panjang. Pemerintah, katanya, telah memutuskan bahwa perumahan itu harus direlokasi permanen dan untuk melakukan relokasi permanen itu dibebankan kepada PT Lapindo, tetapi diatur oleh pemda setempat yang membantu pelaksanaannya. "Semua rakyat (di sekitar Lapindo) akan mendapat rumah yang baik dan luasnya sesuai dengan yang sebelumnya. Itu bisa bedol desa, satu desa, satu kelurahan, satu perumahan/kompleks. Diharapkan masyarakat dapat rumah yang lebih baik, kompleks yang lebih baik," kata Wapres. Pelaksanaan relokasi, lanjut Wapres, prosesnya sudah mulai berlangsung dan penyelesaiannya tergantung pada kecepatan kontraktor untuk membangun perumahannya. Menjawab pertanyaan mengenai upaya hukum yang dilakukan terhadap Lapindo, Wapres mengatakan hal tersebut berjalan sesuai aturannya, yaitu aturan hukum, aturan industri, lingkungan dan lain-lain. "Tetapi yang penting kita sepakat penanganannya dulu, biar selesai dulu, mereka (Lapindo) pasti tidak lari. Kita melihat ini sebagai kecelakaan kerja yang harus dilihat dari sisi hukum kecelakaan kerja," katanya. Wapres menyebut apa yang dialami oleh PT Lapindo merupakan risiko kerja pengeboran yang juga pernah terjadi di Amerika Serikat atau Timur Tengah. "Kalau terjadi di padang pasir tidak ada yang lihat, tapi kalau terjadi di RT/RW kasihan memang. Karenanya, harus lebih ketat lagi aturan dan dokumennya, prosedur pengeboran itu harus diawasi terus menerus," katanya, seraya menambahkan bahwa saat ini pakar dari Amerika Serikat juga ikut membantu menangani persoalan di Lapindo. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006