Jakarta (ANTARA) - Masalah-masalah tentang perempuan di dunia masih belum terselesaikan, dan hal itu yang membuat Hari Perempuan Internasional masih dirayakan oleh publik hingga saat ini, kata Dosen Hubungan Internasional Universitas Andalas Putriviola Elian Nasir.

“Itulah mengapa kita harus merayakan hari spesifik dalam setahun untuk isu spesifik dan masalah-masalah yang belum terselesaikan,” ujar Viola dalam diskusi memperingati Hari Perempuan Internasional “Invest in Women: Accelerate Progress” di Erasmus Huis di Jakarta, Kamis.

Dalam paparannya, ia menjelaskan Indonesia memiliki suku dengan garis keturunan Ibu terbesar, yakni Minangkabau.

Meski banyak yang berpikiran bahwa kesetaraan gender bisa tercapai dengan sistem tersebut, namun menurut dia, kenyataannya tidak demikian.

Viola mengatakan yang menarik dari Suku Minangkabau adalah mereka memiliki nilai-nilai yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya untuk kesetaraan gender.

Selain perempuan sangat dihargai, suku tersebut memiliki perkumpulan perempuan sepuh “Bundo Kanduang” yang menjadi pengambil keputusan untuk keluarga dan sukunya.

“Jadi kalau kita lihat dan selaraskan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, maka tidak boleh ada masalah diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan. Tidak boleh ada masalah ekonomi bagi perempuan Minangkabau, dan perempuan Minangkabau harusnya bisa duduk di parlemen,” ujar peneliti yang berfokus pada studi gender tersebut.

Baca juga: UN Women soroti pentingnya investasi bagi kesetaraan gender perempuan

Dia lebih lanjut mengatakan jika dengan jumlah populasi perempuan dunia sebanyak 50 persen, tidak ada satu pun tujuan dalam SDGs yang tercapai, maka budaya patriarki menjadikan kondisi itu dua kali lebih buruk.

“Kami sudah memiliki nilai-nilai inti, dan itulah yang harus dilakukan, dan kemudian menghubungkannya dengan hubungan internasional, itu adalah level yang lain. Makanya saya ingin melihat aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, yang mampu mendorong untuk menghasilkan kualitas, dan juga melihat sistemnya,” ujar dia.

Sementara itu, Wakil Kepala Urusan Politik Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, Timor El-Dardiry, dalam kesempatan tersebut juga mengatakan Kebijakan Luar Negeri Feminis Belanda kini memberikan fokus lebih pada perihal sumber daya.

“Kami ingin meningkatkan kesadaran tentang sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai kesetaraan gender,” ucap El-Dardiry.

Ia mengatakan karena peningkatan dukungan keuangan diperlukan untuk mencapai kesetaraan gender, badan PBB yang mengurus soal kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan -- UN Women menggambarkan bahwa terdapat defisit dana sebesar 360 miliar dolar AS setiap tahunnya untuk upaya kesetaraan gender.

“Ini merupakan investasi besar yang masih harus dilakukan. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Kita membutuhkan kesetaraan gender untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Itu sebabnya saya menggambarkannya sebagai investasi,” kata dia.

El-Dardiry mengatakan jika ada kesetaraan di pasar tenaga kerja, produk domestik bruto (PDB) global akan tumbuh sebesar 26 persen. Pertumbuhan kemakmuran seperti itu akan mengakhiri kemiskinan di sebagian besar dunia.

“Itu sebabnya kita perlu berinvestasi pada perempuan untuk mencapai kesetaraan gender dan menciptakan dunia yang lebih adil dan sejahtera. Ini tentang keadilan, tapi juga tentang pengentasan kemiskinan dan pencapaian kesejahteraan,” kata dia.

Baca juga: Pimpinan tinggi perempuan diminta ciptakan kebijakan memihak perempuan

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2024