Surabaya (ANTARA News) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, menargetkan ujian nasional (UN) akan menjadi indeks kompetensi sekolah sehingga akan diketahui bagian mana dari sekolah yang perlu diperbaiki.

"Ibarat orang sakit itu akan jelas bagian mana yang sakit, kalau pun diketahui bahwa bagian kepala yang sakit, maka akan diketahui kepala yang sakit itu di bagian mana," katanya di sela-sela peluncuran buku karyanya, di Surabaya, Minggu.

Setelah peluncuran buku karyanya yang berjudul "Menyemai Kreator Peradaban" di Perpustakaan Yayasan Pendidikan Al-Islah, Gunung Anyar, Surabaya, ia menjelaskan pihaknya telah menyelenggarakan Konvensi UN pada beberapa waktu lalu.

"Konvensi UN itu tidak hanya membahas masalah teknis dari UN, seperti diserahkan ke daerah atau bagaimana, melainkan Konvensi UN itu juga membahas sistem UN secara substansial, di antaranya UN diharapkan menjadi indikator untuk berbagai hal," katanya.

Terkait UN sebagai indikator bagi penentuan indeks kompetensi sekolah, ia mencontohkan sekolah di bawah naungan Yayasan Pendidikan Al Islah, Gunung Anyar, Surabaya itu dalam bidang matematika memiliki kompetensi dalam bidang apa, perhitungan, perkalian, dan sebagainya,

"Kalau sudah jelas kompetensi dalam matematika, maka posisi sekolah di bawah naungan Yayasan Al Islah juga akan diketahui berada di mana dalam skala kota/kabupaten, provinsi, regional, nasional, dan seterusnya," katanya,

Dengan demikian, katanya, pemerintah akan mudah melakukan perbaikan untuk sekolah tertentu, karena "penyakit" dari setiap sekolah sudah diketahui, sebab indeks kompetensi sudah diketahui dengan jelas.

"Adanya indeks kompetensi sekolah itu akan menjadi indikator yang lain, misalnya indikator pembinaan untuk sekolah tertentu itu dimana, indikator kelulusannya juga ada di mana. Jadi, UN akan dapat menjadi indikator pemetaan sekolah dengan indeks kompetensinya," katanya.

Tidak hanya itu, indeks kompetensi sekolah dengan serangkaian indikator pembinaan, kelulusan, pemetaan, dan sebagainya itu akan membuat UN menjadi semakin memiliki kredibilitas.

"Indikator UN yang memiliki kredibilitas itu terlihat dari apakah UN SMP itu dipakai SMA atau tidak, lalu UN SMA itu dipakai perguruan tinggi atau tidak. Kalau tidak dipakai berarti UN-nya belum memiliki kredibilitas dan sekolahnya juga belum kompeten," katanya.

Dalam peluncuran buku yang dihadiri Wagub Jatim H Saifullah Yusuf, Dirjen Pendidikan Menengah Kemendibud Achmad Jazidie, Ditjen Pendis Kemenag Nur Syam, dan sejumlah rektor itu, Mendikbud menegaskan bahwa UN yang dipercaya akan menghapuskan tes seperti SBMPTN di universitas.

"Soal teknis pelaksanaan UN, peserta Konvensi UN sudah memutuskan untuk diserahkan ke daerah sesuai dengan rekomendasi dari majelis rektor dan penyelenggara UN, tapi daerah yang dimaksud itu provinsi atau region juga belum diketahui, misalnya apakah di Jawa itu satu regional atau setiap provinsi," katanya.

Namun, katanya, UN juga tidak 100 persen menjadi penentu kelulusan siswa. "Kalau UN menjadi satu-satunya ukuran kelulusan, tentu ada 30--40 persen peserta UN yang tidak lulus, karena itu UN digabung dengan nilai sekolah dan nilai sikap dari siswa," katanya.

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2013