Washington (ANTARA News) - Peneliti Kanada mengatakan mereka telah mengembangkan perawatan antibodi yang mungkin bisa mencegah kematian akibat virus Ebola.

Temuan tersebut, yang disiarkan di jurnal AS Science Translational Medicine, menyatakan bahwa ada kemungkinan untuk mengembangkan obat bagi Ebola.

Pengobatan itu bahkan bisa dilakukan setelah virus itu terdeteksi dalam darah dan gejala penyakit telah terlihat.

Meskipun jarang, virus Ebola dipandang sebagai salah satu virus yang paling agresif dan bisa membunuh pengidap --yang bisa terjadi dalam waktu satu pekan setelah terpapar atau tiga sampai empat hari dari gejala pertama muncul.

"Perawatan semacam itu telah dipertimbangkan oleh banyak orang tapi ke ranah fiksi ilmiah ketimbang penelitian ilmiah kontemporer," kata penulis utama Qiu Xiangguo dari Dinas Kesehatan Masyarakt Kanada kepada Xinhua.

Di dalam studi mereka, para peneliti itu memberi kera yang terinfeksi Ebola perawatan dengan  tiga antibodi khusus yang digabungkan dengan interferon alpha, molekul yang diproduksi secara alamiah oleh tubuh untuk memerangi virus.

Antibodi tersebut "seperti tiga rudal kecil tapi kuat" yang membidik tiga bagian luar yang berbeda dari virus itu, kata Qiu.

Segera setelah terjadi kontak dengan bagian luar virus, antibodi tersebut ikut-campur dalam lingkaran kehidupan virus itu dan mengurangi kemampuan virus tersebut untuk bereproduksi.

Pada saat yang sama, interferon alpha mendorong sistem pertahanan tubuh orang yang terinfeksi dengan merangsang reaksi anti-virus yang alamiah tapi cepat dan kuat, kata wanita peneliti tersebut.

Gabungan antibodi dan terapi interferon adalah 75 persen dan 100 persen protektif pada kera ketika diberikan tiga hari setelah penularan.

Sebanyak separuh kera itu terlindungi pada empat hari pasca-infeksi dalam kasus hanya interferon alpha sebelumnya diberikan, satu hari pasca-infeksi, kata Qiu.

"Meskipun kami sangat optimistis, kami menduga takkan melihat 100 persen kelangsungan hidup pada primata non-manusia yang terinfeksi Ebola, ketika diobati hanya tiga hari sebelum mereka menyerah pada penyakit tersebut secara rata-rata," kata Qiu.

Para peneliti itu mengatakan mereka untuk sementara telah menjadwalkan percobaan keselamatan fase I, yang dijadwalkan pada akhir 2014 atau awal 2015, untuk memeriksa terapi gabungan tersebut pada manusia.

(Uu.C003)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2013