Sanaa (ANTARA News) - Pasukan keamanan Yaman menggagalkan upaya sekitar 300 tahanan Al Qaida untuk melarikan diri setelah mereka melakukan kekacauan di penjara Sanaa, kata seorang pejabat keamanan, Rabu.

Kekacauan mulai terjadi pada Selasa sore ketika "hampir 300 tahanan Al Qaida yang bersenjatakan pisau dan jeruji besi menyerang petugas penjara, melukai beberapa dari mereka", kata pejabat itu, dengan menambahkan bahwa seorang aparat penginterogasi termasuk diantara mereka yang terluka, lapor AFP.

Para tahanan itu, yang menghancurkan pintu sel mereka dan menerobos rintangan keamanan pertama penjara, merampas senjata dan menyandera sejumlah petugas penjara.

Dengan menggunakan senjata-senjata itu, mereka bentrok dengan petugas yang menjaga rintangan keamanan kedua, yang melepaskan tembakan dan berhasil "menggagalkan upaya kelompok itu untuk melarikan diri", kata pejabat itu.

Sejumlah tahanan cedera dalam insiden itu namun tidak ada yang tewas, kata beberapa sumber.

Tahanan membebaskan sandera pada Rabu pagi setelah penengahan namun mereka tetap memegang senjata, kata pejabat itu, dengan menambahkan bahwa polisi masih berusaha mengendalikan keadaan di penjara tersebut.

Nasser al-Wuhayshi, pemimpin Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP), menyatakan pada Agustus, ia akan membebaskan anggota-anggotanya yang ditahan.

Wuhayshi sendiri melarikan diri dari penjara yang sama di Sanaa bersama 22 anggota lain AQAP pada Februari 2006 dan setahun kemudian diumumkan sebagai pemimpin kelompok tersebut.

Para tahanan itu melarikan diri melalui terowongan 44 meter yang mereka gali antara sel mereka dan sebuah masjid berdekatan.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di kawasan tersebut, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2013