Jakarta (ANTARA News),/b> - Menneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengisyaratkan pihaknya menyayangkan sikap Bank Dunia yang langsung mengekspose kasus dugaan "kongkalingkong" oknum pegawai Departemen Pekerjaan Umum (PU) dalam proses kontrak dua proyek yang dibiayai Bank Dunia. "Saya minta karena ini adalah merupakan hubungan antara kreditor dan debitor, seyogyanya setiap investigasi, monitoring dan evaluasi, dilakukan bersama. Nanti ada forum bersama Bappenas," kata Paskah di Jakarta, Kamis saat ditanya hasil pertemuannya dengan Country Director Bank Dunia untuk Indonesia Andrew Steer pada hari sebelumnya. Ia mengatakan, pihaknya sepakat akan membuat metode bersama agar tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti sekarang dan sudah meminta untuk merumuskan monitoring dan evaluasi yang tepat sehingga ketika ada penyimpangan ini segera diketahui. "Bank dunia sudah bersedia adanya asistensi terhadap pengawasan, monitoring dan evaluasi," katanya. Dia mengatakan hal itu harus segera diselesaikan, baik oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tanpa pembuktian lebih lanjut, artinya Indonesia menerima tuduhan dari Bank Dunia tersebut dan mengganti 4,7 juta dolar AS seperti tuntutan Bank Dunia. Dalam pembicaraan dengan Andrew Steer, Paskah menjelaskan Bank Dunia tidak secara tegas menyebutkan apakah mereka bersedia menunggu selesainya hasil audit baik BPKP atau BPK atau KPK. Namun, tambahnya, Menkeu dipastikan tidak akan memenuhi tuntutan Bank Dunia tanpa hasil audit tersebut. Dia mengatakan pihaknya akan mengkaji kedua proyek di mana ditengarai terjadi "kongkalingkong", baik yang sudah selesai maupun yang sedang berlangsung. "Saya sedang mempersiapkan itu bersama-sama Bank Dunia. Mungkin tidak hanya (proyek yang dibiayai-red) Bank Dunia yang akan kita review kembali, tapi juga proyek-proyek lainnya, terutama yang on going (berlangsung). Semuanya kita kaji ulang," katanya. Menurut Bank Dunia dalam siaran persnya, Senin (14/8), kedua proyek yang dibatalkan itu meliputi Proyek Transportasi Wilayah Indonesia Timur (EIRTP) senilai 3,6 juta dolar AS (telah selesai pada 30 Juni 2006) dan hibah persiapan Proyek Infrastruktur Jalan Strategis (SRIP) senilai 1,1 juta dolar AS dari pemerintah Jepang (dalam tahap persiapan karena baru disetujui 6 Juli lalu). "Sebagai hasil dari penyelidikan, kami telah menemukan bukti yang mendukung tuduhan atas penyuapan dan sejumlah pembayaran ilegal dari tiga kontrak proyek pemerintah di bawah kontraktor utama WSP International melalui Departemen Pekerjaan Umum," kata Bank Dunia dalam suratnya. Dua dari ketiga kontrak itu didanai oleh kesepakatan pinjaman EIRTP. Sedangkan lainnya, didanai oleh kesepakatan hibah Policy & Human Resources Development (PHRD) dan fasilitas PPA. Berkaitan dengan penemuan pelanggaran tersebut, Bank Dunia meminta pemerintah mengembalikan pinjaman EIRTP yang sudah dicairkan senilai 2.039.915 dolar AS, pinjaman PPA senilai 1.544.823 dolar AS, dan hibah PHRD senilai 1.124.594 dolar AS. Tidak hanya itu, Bank Dunia juga membatalkan sejumlah pinjaman yang belum dicairkan senilai 1.097.998 dolar AS dari pinjaman EIRTP dan 501.332 dolar AS dari fasilitas PPA. Sementara itu Sekretaris Utama Bappenas, Syahrial Loethan mengatakan sejak awal proses pengadaan barang, pihaknya sudah memiliki kerangka acuan yang jelas, yaitu berdasarkan persetujuan Bank Dunia. "Misalnya tendernya, bagaimana evaluasinya. Setiap tahap mendapat persetujuan dari Bank Dunia. Sampai proses penentuan pemenang," katanya. Sehingga, katanya, jika terjadi masalah pada proses pengadaan, maka Bank Dunia juga harus bertanggung jawab.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006