Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat, Rabu, menuntut agar Korea Utara setuju untuk melakukan langkah-langkah guna mengakhiri program senjata nuklirnya jika ingin perundingan dimulai kembali.

Penasihat keamanan nasional Susan Rice mengatakan Amerika Serikat "siap untuk negosiasi, asalkan hal itu otentik dan kredibel", namun mengatakan bahwa setiap pembicaraan harus berujung pada Korea Utara melakukan "langkah konkret dan tidak diubah lagi menuju suatu denuklirisasi."

"Upaya Pyongyang untuk terlibat dalam dialog sekaligus menjaga elemen-elemen penting dari program senjatanya tetap berjalan tidak dapat diterima dan mereka tidak akan berhasil," kata Rice dalam pidatonya di Universitas Georgetown, seperti yang dilaporkan AFP.

Korea Utara telah melakukan uji coba tiga bom nuklir, yang terbaru dilakukan pada bulan Februari. Rezim Kim Jong - Un telah bersumpah untuk meningkatkan "penangkal" nuklirnya tetapi juga telah mengatakan akan menyambut dimulainya kembali perundingan enam negara yang melibatkan Amerika Serikat yang sebelumnya menjanjikan bantuan dengan imbalan perlucutan senjata .

Para ahli mengatakan bahwa Korea Utara telah terus meningkatkan program nuklirnya. Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Kwan Jin, Rabu, mengatakan bahwa Pyongyang diyakini mampu memproduksi senjata nuklir dari uranium yang diperkaya di samping dari persediaan plutonium yang tersedia.

Pemerintahan Presiden Barack Obama telah berulang kali menyuarakan frustrasinya saat berurusan dengan Korea Utara, yang menurut para kritikus tidak lagi menjadi prioritas Amerika Serikat.

Pemerintahan Obama, bagaimana pun, telah melakukan upaya besar untuk mencapai kesepakatan dengan Iran guna mengatasi kekhawatiran tentang program nuklirnya yang disengketakan.

Amerika Serikat dan lima negara lainnya membuka putaran baru pembicaraan pada Rabu di Jenewa dengan Iran, yang tidak seperti Korea Utara mengatakan bahwa program nuklirnya untuk tujuan sipil.

AFP melaporkan, saat diminta untuk membandingkan diplomasi antara kedua negara itu, Rice mengatakan bahwa Korea Utara mungkin kurang terpengaruh oleh tekanan internasional karena berasal dari "kelompok dengan standar ekonomi yang lebih rendah dan jauh lebih tertutup, pada kenyataannya, bagi masyarakat internasional dibandingkan Iran."



Editor: Heppy Ratna Sari
COPYRIGHT © ANTARA 2013