Washington (ANTARA News) - AS telah setuju mengeluarkan visa bagi mantan Presiden Iran, Mohammad Khatami, untuk berpidato di Washington, di tengah krisis menyangkut program nuklir Iran, demikian dilaporkan Washington Post, Selasa. Khatami, seorang mantan ulama reformis yang menjadi presiden Iran dari 1997 hingga 2005, adalah pejabat paling senior Iran yang mengunjungi AS sejak Washington memutuskan hubungan diplomatik setelah revolusi Islam Iran dan peyanderaan Kedutaan Besar AS di Teheran pada 1979. Ia diundang untuk berbicara bulan depan mengenai "pemahaman antara peradaban dan kebudayaan" di Kathedral Nasional Washington, kata penyelenggara acara itu, Pendeta Canon John Peterson dari Pusat Rekonsiliasi dan Keadilan Global kathedral itu, kepada AFP. Peterson mengatakan ia yakin visa itu akan diberikan. "Saya telah telah memperoleh jaminan bahwa semua pertimbangan akan diberikan untuk permohonan visa itu," katanya. Washington Post mengatakan, kantor wakil menteri luar negeri Nicholas Burns sudah memutuskan memberikan visa tersebut, dalam suatu kebijakan yang mematahkan tradisi masa silam yang merupakan isyarat berarti bagi para tokoh moderat di Iran. Kunjungan Khatami itu akan dilakukan di tengah ketegangan yang tinggi antara Washington dan Teheran menyangkut program Iran yang menurut AS bertujuan membuat senjata nuklir dan dukungannya bagi pejuang Hizbullah yang menyerang Israel bulan lalu yang mengarah pada konflik di Lebanon. Sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB memberi Iran waktu sampai 31 Agustus untuk menghentikan rencana mengembangkan kapasitas pengayaan uranium, sebuah proses yang bisa menghasilkan material yang digunakan untuk membuat senjata nuklir, atau menghadapi sanksi-sanksi. Sementara itu di Teheran, Selasa, Iran menyampaikan tanggapan resminya atas insentif-insentif dukungan AS yang dirancang untuk menghentikan pengayaan uranium dan kegiatan nuklir lain yang dicurigai. Rincian mengenai tanggapan itu, yang diserahkan kepada para wakil negara-negara besar dunia, belum diketahui. Presiden Mamoud Ahmadinejad, pemimpin berhaluan keras yang menggantikan Khatami, dan para pejabat tinggi lain Iran telah mengisyaratkan niat Teheran untuk mengabaikan ultimatum PBB itu. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006