Yerusalem (ANTARA News) - Kepala staf Angkatan Bersenjata Israel Dan Halutz mengakui untuk pertama kalinya Kamis adanya kegagalan selama perang Lebanon ditengah-tengah hujan kecaman masyarakat terhadap kebijakannya yaitu bagaimana sesungguhnya serangan militer harus dilancarkan. "Bersamaan dengan keberhasilan kita selama perang, kita juga mempelajari adanya kegagalan di beberapa bidang terutama dalam hal logistik, operasi dan komando," kata Halutz dalam pernyataan tertulisnya yang ditujukan kepada seluruh jajarannya yang sejauh ini masih menolak untuk mengundurkan diri. Jendral yang dikecam karena sejumlah kesalahan yang dilakukannya sebelum penyerangan dimulai, mengatakan kesalahan harus dipelajari namun menolak untuk dibentuk komite penyelidikan. "Kita harus melakukan pengamatan dan studi terhadap apa yang telah terjadi baik keberhasilan maupun kegagalan, kita harus menarik pelajaran secara profesional karena kita menghadapi tantangan yang lebih berat dimasa mendatang, hal itu menyangkut semuanya mulai dari saya hingga ke prajurit pemula." Selama 34 hari Israel melakukan operasi militer yang paling besar di Timur Tengah namun gagal mencapai sasaran yaitu menghentikan serangan roket Hizbullah ataupun membebaskan dua orang tentara yang ditangkap oleh gerilyawan Syi`ah pada 12 Juli." Perang itu diperkirakan menghabiskan biaya sebesar 5,7 trilyun dolar AS dipihak Israel dan kehilangan 121 prajurit. Empat puluh satu warga sipil Israel juga tewas akibat dari 4 ribu serangan roket balasan Hizbullah . Atas tekanan media massa dan kekhawatiran rakyat, Perdana Menteri Ehud Olmert diharapkan memutuskan dalam waktu beberapa hari mendatang apakah akan mendukung komite pencari fakta yang akan melakukan penyelidikan tuntas atas apa yang terjadi selama perang yang baru berlangsung, yang dapat berakibat serius bagi pemerintahannya. Juru bicara perdana menteri Israel, Miri Eisin mengatakan kepada AFP bahwa Olmert "akan segera memberitahukan kepada semua masyarakat parameter apa yang akan dipakai untuk menyelidiki kegagalan di perang Lebanon." Banyak pihak yang menyeru agar Olmert segera membentuk komite pencari fakta yang akan melakukan penyelidikan secara tuntas, akan memiliki wewenang dan anggotanya akan dipilih oleh pengadilan tinggi. Hasil jajak pendapat menunjukkan dua per tiga rakyat Israel menginginkan penyelidikan secara penuh dan tuntas. "Tak ada pilihan selain membentuk Komite pencari fakta," demikian tertulis dalam halaman depan harian terbesar Yediot Aharonot", saran para pembantu Olmert dalam pertemuan tertutup kabinet Selasa lalu, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006