Di era informasi, di mana teknologi berkembang sangat pesat, menimbulkan kekhawatiran bahwa penggunaan kertas akan menurun tajam. Di sejumlah media cetak, terutama koran, sudah banyak yang menurun oplahnya, bahkan tutup karena dinilai mencetak dan menjual koran sudah tidak ekonomis lagi. Biaya membeli kertas koran dan mencetaknya sudah tinggi.

Alasan lain, teknologi informasi menjadikan portal berita yang berbasis web memberi kemudahan yang tidak terfikirkan sebelumnya, seperti fasilitas interaktif dan penggabungan antara media cetak (teks dan foto) dengan media gerak (video). Portal berita menjadi atraktif dan mudah diakses di mana saja. Perkembangan teknologi telepon genggam menjadi informasi bisa dilihat di mana saja dan mudah dibawa ke mana saja.

Sejumlah media cetak beralih ke media baru yang disebut portal berita, sebut saja majalah Newsweek yang menghentikan edisi cetaknya dan beralih ke portal berita dengan alamat newsweek.com pada tahun ini. Di Jerman, dua media harian terkemukanya terpaksa tutup, yakni Financial Times Deutschland dan Frankfurter Rundschau (http://www.dw.de/tantangan-media-cetak-di-jerman/a-16484467).

Di Jepang, oplah koran pada 2000 sebanyak 53,7 juta eksemplar dan pada 2011 menjadi 48,3 juta eksemplar. (http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/layar/2013/10/25/1065).

Di Amerika Serikat, dalam lima tahun terakhir, tiras sebagian besar media cetak mengalami penurunan. Paper Cuts mengumumkan sejak 2008, lebih dari 166 surat kabar di negara Abang Sam tutup. Biro Audit Sirkulasi ABC pada tahun 2010 merilis data, oplah koran di Amerika mengalami penurunan yang signifikan. USA Today mengalami penurunan oplah 13,58 persen menjadi 1,83 juta eksemplar per hari, Los Angeles Times turun 14,74 persen (616.606 eksemplar per hari), The Washington Post turun 13,06 persen (578.482 eksemplar per hari), dan The New York Times turun 8,47 persen (951.063 eksemplar per hari). (http://robertadhiksp.net/2013/08/14/internet-rontokkan-media-cetak-amerika/)

Di Indonesia, sejumlah media cetak sudah mempersiapkan portal beritanya jauh hari, seperti Kompas dengan kompas.com, Republika dengan republika.co.id dan Tempo dengan tempo.co.


Prospek Kertas

Pertanyaannya, akankah menurunnya oplah media cetak, bahkan sebagian diantaranya tutup akan menghentikan produksi kertas? Data dari perusahaan pulp dan kertas menyatakan pasar pulp dan kertas internasional semakin prospektif berkat kenaikan permintaan di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi seperti China.

Kenaikan permintaan tetap menjanjikan meski persaingan pasar cukup ketat karena industri pulp di China tumbuh 7,1 juta ton per tahun. Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin dalam paparan dan rilisnya di Singapura menjelaskan, kompetisi global di industri pulp dan kertas semakin ketat.

Dukungan kebijakan ramah investasi dan kesiapan sumber daya manusia yang kompeten menjadi faktor penentu kesuksesan industri nasional di pasar global.

"Industri pulp dan kertas Indonesia sangat membutuhkan tenaga ahli kehutanan yang kompeten guna menaikkan posisi di pasar global yang saat ini menduduki peringkat sembilan dunia untuk pulp maupun kertas. Kami terus membuat riset untuk mengintensifkan produksi bahan baku yang mendukung kelestarian produk," kata Kusnan.

Dia menambahkan, kebutuhan tenaga ahli kehutanan menjadi mendesak karena peningkatan kebutuhan pulp dan kertas dalam lima tahun mendatang. Pada tahun 2015, kebutuhan pulp diperkirakan tumbuh sekitar 17 persen, sedangkan permintaan dan penawaran kertas diperkirakan naik sekitar 10.5 persen.

Indeks pertumbuhan tahunan (Compounded Annual Growth Rate/CAGR) kebutuhan pulp secara global diperkirakan meningkat sekitar 2,6 persen setiap tahun dan kebutuhan kertas diprediksi naik sedikitnya 1.3 persen. Hal ini membuat peluang Indonesia menjadi pemasok pulp dan kertas di pasar global semakin terbuka.

Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor pulp dan kertas. Peningkatan daya saing berkat biaya produksi pulp yang kertas seiring intensifikasi lahan untuk pengembangan bahan baku.

Indonesia memiliki keunggulan komparatif dengan iklim tropis yang membuat pengembangan hutan tanaman industri bisa dipanen dalam lima tahun, lebih cepat tujuh kali lipat dari Hutan Tanaman Industri di negara-negara skandinavia. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan China membuat daya saing meningkat karena efisiensi biaya transportasi.

Tren pertumbuhan permintaan pulp dan kertas yang signifikan di China mendorong industri nasional membidik pasar negara berpenduduk terbesar dunia tersebut. RAPP juga mengembangkan berbagai strategi untuk berekspansi ke pasar China.

Pasar Asia, khususnya China mengalami peningkatan. Meski demikian, persaingan semakin kompetitif seiring dengan meningkatnya pasokan pulp dan kertas produksi dalam negerinya. "Pertumbuhan produksi pulp China tumbuh luar biasa, kapasitas produksi dalam negerinya terus meningkat membuat persaingan pasar pulp semakin ketat," kata Kusnan.

Jika tahun 2012 kapasitas produksi industri pulp China masih 27,2 juta ton per tahun, maka terhitung mulai 2016 kapasitasnya akan bertambah sebanyak 7,1 juta ton per tahun. Lonjakan kapasitas produksi tersebut didukung oleh kebijakan pemerintah China yang sangat ramah terhadap pengembangan industri pulp dan kertas.

Menurut Kusnan, pemerintah China bahkan melimpahkan kewenangan perizinan pembangunan pabrik pulp untuk kapasitas hingga 100.000 ton per tahun ke tingkat Bupati/Walikota. Saat ini 71 dari 117 proyek industri pulp baru di China memiliki kapasitas100.000 ton per tahun.

Selain kemudahan perizinan industri, pemerintah China juga memberi kemudahan regulasi untuk pemanfaatan bahan baku kayu. Pemegang konsesi pengelolaan hutan tanaman tidak dibebani berbagai ketentuan tambahan untuk memanfatkan panen kayu yang diproduksi.

Menurut Kusnan, daya saing produk pulp dan kertas Indonesia harus terus dipertahankan agar terus menembus pasar China. Dia berharap pemerintah memberi dukungan penuh mengingat industri pulp dan kertas menyerap banyak tenaga kerja, memberi devisa dan mendukung pengelolaan hutan lestari.

Lalu, bagaimana dengan data penurunan media cetak global tersebut? Data yang dipaparkan Kusnan adalah data produksi kertas putih atau biasa disebut kertas foto copy. Namun, kini tidak sedikit media cetak yang menggunakan kertas putih sebagai publikasi.

Penggunaan kertas putih menjadikan kualitas cetak koran atau majalah menjadi lebih baik. Teknologi percetakan menjadikan kualitas foto di kertas putih menjadi lebih hidup dan alami.

Kusnan juga menyatakan bahwa penggunaan kertas putih sebagai media publikasi bisa tahan lebih lama, 200 tahun di suhu ruang dan tidak mencemari lingkungan. Kertas mudah hancur sementara disket atau piranti laptop atau telepon genggam sulit hancur secara alami.

"Jadi, jika ingin foto atau artikel Anda nyaman dilihat dan dibaca, cetak saja karena aman bagi retina mata. Tidak seperti membaca di piranti telepon pintar, komputer pribadi atau laptop yang membuat mata lelah dan rabun," ucap Kusnan.

Oleh Erafzon Sas
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2013