Surabaya (ANTARA News) - Peserta Konvensi Capres Partai Demokrat Anies Baswedan menilai pemilih di Indonesia masih seperti fans bola yang bangga bila klub yang didukungnya menang, tapi mereka tak ikut merasakan manfaat dari kemenangan itu.

"Fans bola itu tulus, apakah mendukung Arsenal, Barcelona, Real Madrid, MU, dan sebagainya, termasuk suporter bonek saat mendukung Persebaya," katanya dalam studium generale yang digelar Jurusan Politik Islam di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya, Senin.

Di hadapan ratusan mahasiswa yang memadati Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya, ia menjelaskan pemilih model fans bola itu membuat parpol mudah melupakan pendukungnya yang cukup merasa puas sebatas kemenangan politisi yang didukungnya.

"Dukungan tanpa efek apa-apa mirip fans itu merugikan rakyat, karena politik seolah-olah tidak memiliki dampak dalam kehidupannya, padahal kalau pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sebagainya jelek, maka mereka yang dirugikan," katanya.

Dalam kesempatan itu, Rektor Universitas Paramadina Jakarta itu menyatakan kerugian juga dialami oleh pemilih yang golput, karena mereka hanya membayar pajak tanpa mau terlibat dalam menentukan politisi yang akan mengelola dan menikmati pajak mereka.

"Karena itu, jangan menjadi pemilih seperti fans bola atau pemilih yang golput, karena akan sama-sama rugi. Pilihlah orang-orang baik sebagai leader, karena koalisi orang-orang baik akan membuat kehidupan rakyat menjadi semakin baik," katanya.

Bila hanya mendukung tanpa menentukan atau tidak mendukung sama sekali (golput), katanya, maka orang-orang jahat atau orang-orang yang tidak berkualitas akan memimpin negeri ini, sehingga para pemilih yang hanya menjadi penonton itulah yang rugi sendiri.

"Untuk mendorong tampilnya orang-orang baik menjadi pemimpin, maka para mahasiswa jangan hanya urun angan, tapi jadilah relawan yang turun tangan dengan menyosialisasikan orang-orang baik kepada masyarakat secara langsung atau melalui media sosial," katanya.

Ketika ditanya mahasiswa tentang alasan Anies Baswedan memilih Partai Demokrat yang "bermasalah", penggagas Indonesia Mengajar menegaskan bahwa dirinya sulit untuk mencari parpol yang bersih, tapi bila menunggu semua parpol menjadi bersih juga tidak mungkin.

"Karena itu, saya memilih Demokrat bukan karena saya tidak tahu partai Demokrat itu seperti apa, tapi Demokrat-lah satu-satunya parpol yang memiliki cara paling baik dalam menentukan capres melalui konvensi," katanya.

Hanya saja, kebaikan konvensi itu tertutupi masalah yang menyelimuti Partai Demokrat itu sendiri. "Karena itu, kalau Demokrat tidak fair dalam konvensi akan justru membuat Demokrat semakin tersungkur, sebab survei pembanding di luar akan banyak," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap para mahasiswa tetap melihat cara yang dikembangkan yakni konvensi yang merupakan cara terbaik dalam memilih capres, bukan melihat parpol yang mengadakan konvensi itu.

"Konvensi itu cara terbaik, karena rakyat terlibat menentukan capres, sedangkan cara lain hanya diatur oleh elite parpol," katanya. (E011/R010)

Pewarta: Edy M Ya'kub
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013