Kabul (ANTARA News) - Gerilyawan Taliban yang memerangi pemerintah Afghanistan dukungan AS hari Senin menyatakan mendukung penolakan Presiden Hamid Karzai untuk menandatangani sebuah perjanjian keamanan dengan Washington.

Karzai terlibat dalam perselisihan dengan AS menyangkut perjanjian keamanan yang akan mengizinkan sejumlah pasukan Amerika tetap berada di Afghanistan setelah misi tempur NATO berakhir tahun depan, lapor AFP.

"Tampaknya ia telah merasakan kebenaran, dan kami berharap penentangan ini datang dari kebanggaan Afghanistan dan demi mengakhiri masalah negara," kata Taliban dalam sebuah pernyataan.

"Jelas bagi semua bahwa rakyat Afghanistan tidak pernah ingin penyerbu asing berada di tanah mereka... Ia harus, tanpa ragu-ragu, menjauhkan diri dari rasa malu bersejarah ini," tambahnya.

Perjanjian Keamanan Bilateral (BSA) mengizinkan ribuan prajurit AS tetap berada di Afghanistan untuk melatih pasukan keamanan setempat dan melakukan operasi kontra-teror.

AS berusaha menyelesaikan perjanjian itu sebelum akhir tahun ini, namun Karzai mengisyaratkan bahwa negaranya hanya akan menandatangani kesepakatan setelah pemilihan presiden pada April tahun depan.

Karzai pekan lalu menolak menandatangani perjanjian itu, meski pertemuan dewan sesepuh suku loya jirga yang diadakannya setuju agar ia menandatanganinya.

Karzai, yang akan meletakkan jabatannya sebelum pemilihan presiden, Minggu menuduh Washington menghentikan perbekalan penting bagi satuan-satuan militer dan polisi untuk memaksanya menandatangani perjanjian itu.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2013