Mogadishu (ANTARA News) - Jalan-jalan yang penuh dengan serakan selongsong peluru mewarnai ibu kota Somalia yang dikoyak perang dan menyisakan sudut-sudut berbahaya di penjuru kota, namun setelah dua dasawarsa anarki, warga yang terkepung kini setidaknya bisa menelpon polisi jika mengalami masalah.

Kolonel Yusuf Mohamed Farah membuka tangan lebar-lebar saat dengan bangga memamerkan pusat operasi hotline darurat baru polisi yang sibuk.

Sebuah ruangan kecil dan sederhana dengan telepon tunggal, radio frekuensi tinggi, sebuah meja dan dua kursi, serta baterai untuk memastikan operasi tetap berlangsung selama pemadaman listrik rutin.

"Ini bukan tugas yang mudah, tetapi adalah hal yang baik kami telah memasang nomor darurat 888 ... dan ini berjalan dengan baik," kata kepala humas polisi Somalia, Farah (46).

"Kami menerima begitu banyak telepon setiap hari, yang mana orang-orang meminta bantuan kami."

Sejak runtuhnya pemerintahan garis keras Somalia pada tahun 1991, satu-satunya pilihan jika ada masalah adalah mengemis bantuan dari panglima perang lokal untuk mengirim kelompok bersenjatanya.

Namun nomor darurat baru 888 yang dipasang bulan ini itu telah menerima sedikitnya 40 panggilan sehari dari seluruh 16 distrik Mogadishu .

Dalam suasana gerah dan ruang operasi yang sempit serta dinding yang terkelupas catnya, petugas mengoperasikan peralatan sederhana dan mencoba untuk mengatasi setiap situasi darurat di Mogadishu, salah satu kota paling berbahaya di dunia.

Farah, yang bekerja sebagai petugas keamanan di rezim militer digulingkan pada 1991, bersikeras bahwa hotline itu merupakan langkah maju.

"Ini adalah langkah awal yang baik ... Banyak masyarakat yang menghubungi hotline 888 setiap hari, untuk memberikan informasi atau melaporkan keadaan darurat," katanya.

Serangan Rutin Gerilyawan

Di Mogadishu, pemberontak Shebab yang dikaitkan dengan Al - Qaeda meluncurkan bom bunuh diri atau serangan rutin, sedangkan kawasan pantai ibukota dibanjiri oleh senjata dan kejahatan rutin. Tidak hanya itu, perkosaan perempuan sangat merajalela.

Tapi sejak kelompok Shebab melarikan diri lebih dari dua tahun yang lalu, di Mogadishu setidaknya, telah ada beberapa kemajuan, dengan aliran investor serta jalan-jalan sekarang penuh sesak dengan pekerja yang membangun kembali rumah-rumah yang hancur oleh tahun-tahun pahit pertempuran.

Tapi setelah bertahun-tahun tidak beroperasi, memasang sebuah nomor darurat menyisakan sejumlah masalah.

"Banyak orang yang menelpon, tetapi beberapa dari mereka adalah salah sambung, dan kemudian orang lain akan menelepon hanya untuk menanyakan pertanyaan," gerutu Ahmed Abdi, seorang polisi yang bertugas di pusat itu.

"Tapi beberapa orang benar-benar menelepon untuk melaporkan keadaan darurat ... Kami masih bekerja untuk memberitahu orang-orang apa yang kami lakukan, sehingga orang akan lebih familiar dengan arti penting hotline 888."

Saat Abdi memberikan penjelasan, telepon berdering , dan ia bergegas untuk mengangkat gagang telepon.

Kali ini merupakan panggilan salah, penelpon adalah seseorang yang ingin menghubungi perusahaan telepon seluler - yang sebelumnya menggunakan nomor 888 sebagai layanan jasa bantuan mereka - untuk meminta bantuan dengan koneksinya.

Pemerintah Somalia bulan ini meminta agar hotline itu dikembalikan ke polisi untuk penggunaan darurat, tetapi banyak penelepon masih menghubungi nomor itu dengan harapan memperoleh saran atau mengeluhkan layanan telepon mereka .

Operator hotline polisi kemudian kembali dengan sabar menjelaskan bahwa sekarang nomor itu digunakan oleh polisi.

"Kami memiliki sejumlah mobil untuk keadaan darurat, dalam kasus panggilan darurat kami mengirimnya untuk mengatasi insiden itu jika memungkinkan," kata Farah.

Di jalan-jalan Mogadishu, masyarakat tampak menyambut gagasan itu, meskipun banyak yang mengatakan mereka tetap meragukan efektifitasnya. Mereka juga ragu jika polisi akan benar-benar menjawab telepon mereka.

"Seorang teman memberitahu saya bahwa hotline 888 berfungsi hari ini jadi saya mencoba menghubunginya. Namun sayangnya tidak ada yang menjawab, ... saya tahu ini baru permulaan, tapi untuk saat ini saya tidak berpikir mereka memiliki kapasitas," kata warga Mogadishu Mohamed Nur Ali .

"Lebih baik Anda lari dan pergi langsung ke kantor polisi bukan membuang-buang waktu dengan menelpon, karena saya tidak percaya bahwa mereka telah siap untuk itu," kata warga lain Said Muktar .

"Bagaimana mereka dapat megatasi keadaan darurat sementara mereka bahkan tidak memiliki mobil polisi yang tepat," tambahnya, seperti dilaporkan AFP.

(G003)


Editor: Heppy Ratna Sari
COPYRIGHT © ANTARA 2013