Jakarta (ANTARA News) - Setelah melontarkan dugaan terjadinya korupsi dalam proyek transportasi daerah Indonesia Timur (EIRTP) dan proyek infrastruktur jalan strategik (SRIP), Bank Dunia kini menanyakan dugaan korupsi dalam proyek yang dikerjakan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) di Aceh kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tadi dia juga bertanya soal BRR. Tapi saya `cut` (potong) dan saya katakan kita akan berikan perhatian penuh, kemudian kalau perlu kita melakukan supervisi," kata Wakil Ketua KPK Erry Ryana Hardjapamekas usai menerima kepala perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Andrew Steer, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Senin. Erry mengatakan Bank Dunia memiliki perhatian tinggi terhadap dugaan adanya praktik korupsi pada proyek di BRR karena mereka menyumbangkan dana melalui berbagai lembaga. KPK, lanjut dia, telah menerima laporan dugaan korupsi proyek pembangunan perumahan di Aceh. "Laporan sudah masuk ke KPK dan masih ditelaah," ujarnya. Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan terdapat indikasi tindak pidana korupsi dalam lima bidang yang ditangani BRR, di antaranya penyusunan pembangunan willayah dan pengadaan inventaris kantor. ICW menyatakan setidaknya kerugian negara akibat penyimpangan tersebut Rp23,69 miliar. Tujuan Andrew bertandang ke KPK, menurut Erry, adalah untuk saling bertukar informasi soal dugaan korupsi proyek EIRTP dan SRIP di Indonesia Timur yang dibiayai oleh Bank Dunia. "Kita saling tukar menukar informasi, tapi informasinya apa, jangan tanya, karena ini masih penyelidikan," ujarnya. Bank Dunia, lanjut dia, sampai saat ini belum juga menyerahkan hasil investigasi mereka kepada KPK seperti yang pernah dijanjikan oleh mereka. Menurut Erry, Bank Dunia di Indonesia tidak memiliki kewenangan apa pun karena mereka tergantung pada kantor pusat di Washington. "Mereka juga punya `policy`, punya hambatan. Kita juga mengerti itu," ujarnya. Karena Bank Dunia tidak kunjung menyerahkan hasil investigasinya kepada KPK, Erry mengatakan saat ini KPK dan Bank Dunia hanya bertukar informasi secara lisan. Hal itu, lanjut dia, memang menghambat kerja KPK, meski KPK juga masih bisa melakukan penyelidikan. KPK telah membentuk tim penyelidikan untuk menangani dugaan korupsi pada dua proyek di Indonesia Timur yang didanai oleh Bank Dunia itu pada 11 Juli 2006. Pada 7 Juli 2006 KPK menerima surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang berisi permintaan agar KPK ikut melakukan penanganan lebih lanjut secara hukum terhadap proses tender dan pengadaan dalam proyek EIRTP dan SRIP. Surat Menkeu kepada KPK itu merupakan tindak lanjut surat yang dikirimkan Andrew Steer, pada 7 Juni 2006, yang menyampaikan bahwa berdasarkan hasil investigasi Bank Dunia telah terjadi tindak pidana korupsi dalam dua kontrak proyek EIRTP dan SRIP. Akibat adanya dugaan korupsi dalam dua proyek itu, Bank Dunia meminta pemerintah Indonesia untuk membayar atau mengembalikan dana yang telah dikeluarkan untuk proyek itu sebesar 4,7 juta dolar AS atau sekitar Rp42,3 miliar. Hasil investigasi Bank Dunia menemukan bukti-bukti adanya sebuah perusahaan konsultasi yang terlibat dalam pelaksanaan EIRTP dan persiapan SRIP yang memberikan fasilitas dan sarana gratis senilai lebih dari 300.000 dolar AS atau Rp2,7 miliar kepada pejabat-pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dalam pelaksanaan kontrak-kontrak senilai sekitar 6 juta dolar AS. KPK berharap Bank Dunia tidak akan mengenakan sanksi kepada Indonesia berdasarkan hasil penyelidikannya sendiri. Bank Dunia sampai saat ini masih mempertimbangkan permintaan KPK itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006