Diwaniyah, Irak (ANTARA News) - Sejumlah anggota milisi Syiah menewaskan sedikitnya 19 tentara Irak dalam dua hari pertempuran yang juga menyebabkan tujuh warga sipil tewas, kata direktur kesehatan di kota Irak tengah itu, Senin. Hamid Jaathi mengatakan bahwa rumah sakit Diwaniyah juga menerima 43 orang yang terluka dalam kontak senjata itu, termasuk lima tentara, dan bahwa sejumlah tak diketahui anggota milisi juga diperkirakan telah tewas. Seorang pejabat keamanan di Baghdad, yang tidak menyebut nama, mengatakan banyak dari tentara itu "dieksekusi" setelah ditangkap oleh unsur jahat dari Tentara Mahdi, milisi yang setia pada pemimpin Syiah anti-pendudukan Moqtada al-Sadr. Ia mengatakan sekitar 10 anggota milisi tewas dalam pertempuran itu, dan bahwa pasukan keamaan telah meningkatkan pengepungan di sekitar Diwaniyah setelah Tentara Mahdi merebut kendali penuh atas beberapa lingkungan (permukiman). "Milisi itu telah mendirikan pos pemeriskaannya sendiri dan ada IED (bom rakitan) di manasaja. Diwaniyah sangat panas sekarang ini, tapi tentara Irak bekerja untuk menghentikan kedatangan lagi milisi di daerah itu," katanya dikutip AFP. "Pertempuran meletus kemarin setelah pemimpin Tentara Mahdi ditangkap Sabtu oleh pasukan AS. Amerika menolak untuk membebaskannya, setelah bentrokan itu melerus," kata seorang kapten tentara Irak di Diwaniyah. Tidak ada komentar segera dari militer AS. Kapten itu mengatakan banyak anggota milisi dari provinsi lain berkumpul di lingkungan Al-Nahda dan Al-Wahda di Diwaniyah. "Kami juga telah minta lebih banyak tentara dari provinsi lain karena satu operasi militer besar telah direncanakan," katanya. Sejumlah pemimpin setempat mengatakan para anggota milisi itu diperkirakan akan beroperasi secara merdeka dari Tentara Mahdi pimpinan Sadr, setelah mereka menolak permintaan Sadr pada mereka untuk mengambil bagian dalam proses politik di Irak. "Apa yang akan berlangsung adalah upaya oleh pemerintah untuk membersihkan unsur yang berusaha untuk mengganggu keamanan kota ini," kata Abdumunaam Abu Tibikh dari dewan provinsi Qadisiyah, yang mana Diwaniyah adalah ibukotanya. Abu Tibikh mengatakan para petempur milisi di kota itu telah diperintahkan oleh Sadr untuk menyimpan senjata mereka dan untuk mengubah kantor mereka menjadi pusat untuk kegiatan agama dan kebudayaan, tapi mereka menolak melakukannya. "Unsur itu telah memicu kerusuhan dan membawa senjata di kota ini, yang menyebabkan pemerintah mengerahkan tentara dan polisi untuk menghadapi mereka," katanya. Kepala kantor Sadr di kota itu, Abu Assen Naili, menyatakan bahwa ada pertempuran, tapi menuduh tentara telah menyerang tiga lingkungan permukiman penduduk.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006