Bandarlampung (ANTARA) - Ketersediaan air bagi kehidupan masyarakat merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi untuk merespons dampak perubahan iklim, guna mencegah krisis pangan dan air.
 
Oleh karena itu Pemerintah secara simultan terus menyelesaikan pembangunan bendungan di berbagai provinsi untuk mendukung ketahanan air serta ketahanan pangan.

Penyelesaian pembangunan bendungan secara nasional sejak 2015-2025 ditargetkan sebanyak 61 unit yang tersebar di berbagai daerah.

Dalam mewujudkan ketahanan air, Provinsi Lampung ikut menyokong penyediaan air dengan beberapa bendungan yang saling terintegrasi mengairi berbagai embung dan daerah irigasi.
 
Pembangunan jaringan pengairan terintegrasi melalui bendungan multifungsi tersebut, selain bermanfaat sebagai sumber air baku, juga digunakan untuk sumber irigasi, pembangkit listrik, pengendali banjir, konservasi air, hingga pariwisata.
 
Bila diurutkan dari hulu hingga hilir, jaringan infrastruktur air terintegrasi di Provinsi Lampung salah satunya terwujud dari terbentuknya Sekampung Sistem, yang dimulai dari Bendungan Batutegi sebagai tulang punggung pengairan di daerah tersebut, terutama saat fenomena iklim El Nino berlangsung pada 2023.

Bendungan ini berjarak 90 kilometer dari Kota Bandarlampung, tepatnya di Kecamatan Air Naningan Kabupaten Tanggamus.

Bendungan yang dibangun pada 1995 itu memiliki tipe timbunan batu dengan inti tanah kedap air, tinggi 122 meter, elevasi puncak tubuh bendungan 283 meter, panjang puncak tubuh bendungan 701 meter, dengan volume mencapai 655 juta meter kubik.
 
Bendungan ini berfungsi sebagai penyedia air baku sebanyak 2.250 liter per detik, pembangkit listrik 2 x 14 megawatt, dan yang terpenting sebagai penyedia irigasi pertanian seluas 66.537 hektare.
Bendungan Way Sekampung yang ada di Kabupaten Pringsewu sebagai bagian dari Sekampung Sistem di Lampung. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi.
Integrasi itu berlanjut ke Bendungan Way Sekampung yang diresmikan pada 2021, dengan luas genangan 800 hektare. Daya tampung air bendungan ini bisa mencapai 68 juta meter kubik.

Adapun pemanfaatannya untuk penyediaan air irigasi seluas 72.707 hektare dengan rincian 55.373 hektare untuk intensifikasi Sekampung Sistem dan 17.334 hektare untuk peningkatan potensi Daerah Irigasi Rumbia.
 
Tak hanya itu, bendungan modern itu pun bisa dimanfaatkan untuk penyediaan air baku bagi Kota Bandarlampung, Kota Metro, dan Kabupaten Lampung Selatan dengan volume mencapai 1.482 liter per detik dan tenaga listrik 5,4 megawatt.

Bendungan tersebut juga bisa digunakan untuk mereduksi banjir 3.546 meter kubik per detik dan menjadi objek wisata di Kabupaten Pringsewu.
 
Aliran air Way Sekampung itu makin luas untuk menjaga ketahanan air Lampung dengan adanya Bendung Agroguruh yang merupakan cikal bakal terbentuknya integrasi aliran air Sekampung Sistem sejak zaman Belanda, yang kini menyediakan air baku bagi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kota Bandarlampung sebanyak 750 liter per detik dan bagi pengairan irigasi pertanian seluas 43.588 hektare.
 
Dari Bendung Agroguruh penyediaan air makin meluas ke beberapa sub daerah irigasi yaitu menuju Daerah Irigasi Bekri, Daerah Irigasi Punggur Utara, Daerah Irigasi Rumbia Barat, Daerah Irigasi Sekampung Bunut, Daerah Irigasi Sekampung Batanghari, Daerah Irigasi Raman Utara, dan Daerah Irigasi Batanghari Utara.
Dengan begitu, saat ini, aliran air dari Way Sekampung melalui Sekampung Sistem ini merambat ke Pringsewu, Pesawaran, Metro,  Lampung Selatan, serta Lampung Tengah.

Kepala Unit Pengelola Bendungan I BBWSS Mesuji Sekampung Bambang Irwantoro mengatakan bahwa penyediaan bagi air baku, energi listrik, dan yang utama bagi kebutuhan irigasi pertanian bergantung kepada integrasi infrastruktur air yang saat ini masih terawat.
 
"Penyediaan air ini yang dari hulu disuplai dari Bendungan Batutegi ke Bendungan Way Sekampung dan di hilirnya ada Bendung Agroguruh, dan kalau sudah beroperasi ke Bendungan Margatiga di Kabupaten Lampung Timur maka membentuk Jaringan Sekampung Sistem," ujar Bambang Irwantoro.

Integrasi tersebut sangat penting, terutama untuk ketahanan pangan karena Lampung sebagai daerah lumbung padi, ada sekitar 55 ribu hektare sawah yang dialiri dari jaringan terpadu itu.
 
Bahkan bila Bendungan Margatiga sebagai waduk keempat di Sekampung Sistem beroperasi akan menambah luas aliran sistem irigasi seluas 10.950 hektare di wilayah Kabupaten Lampung Timur sehingga total luasan irigasi yang diairi melalui Sekampung Sistem mencapai 83.657 hektare.
 
Di tengah ancaman krisis pangan global dan berbagai upaya mendorong peningkatan produksi, semua ini tentu membutuhkan sumber daya air yang memadai.

Pengolahan sumber daya air menjadi hal vital lantaran menjadi salah satu faktor utama produksi pangan.

Dari kajian ilmiah menyebutkan bahwa air memberikan kontribusi 18 persen keberhasilan proses produksi padi.
 
Provinsi Lampung sebagai daerah lumbung padi nasional sejauh ini telah menunjukkan ketahanan pengelolaan sumber daya air sebagai solusi peningkatan produksi dengan memperluas area irigasi dari adanya bendungan dan sistem pengairan terintegrasi melalui Sekampung Sistem.
 
Selain menjaga ketahanan air melalui pemanfaatan tangkapan air dengan pembangunan sistem infrastruktur air terintegrasi, Pemerintah Provinsi Lampung pun bergerak di hulu dengan meningkatkan indeks tutupan lahan dengan melakukan rehabilitasi hutan melalui reboisasi di dalam ataupun di area luas hutan, agar sumber air tetap terjaga sebelum mengalir ke berbagai infrastruktur air.

Upaya rehabilitasi hutan itu dilakukan bekerja sama dengan 91.114 petani di dalam atau sekitar hutan yang mengusahakan hasil hutan bukan kayu melalui skema perhutanan sosial.

Berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPHJP) Kesatuan Pengelolaan Hutan, Provinsi Lampung dengan luas wilayah  3.537.600 hektare memiliki area tutupan lahan hutan 99.876,43 hektare.
 
Luas tutupan lahan berhutan itu berada dalam wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dengan enam jenis hutan yakni hutan primer dengan total luas 8.619,33 hektare, hutan sekunder 76.880,10 hektare, hutan rawa 1.000 hektare, hutan mangrove primer 126 hektare, hutan bakau sekunder 105 hektare, dan hutan tanam seluas 13.146 hektare.
 
Sistem irigasi terintegrasi itu menjadikan  sumber air dari hulu, yaitu daerah hutan lindung, terjaga.

Alhasil, kebutuhan air untuk penduduk, irigasi pertanian, industri, hingga pariwisata di Provinsi Lampung bisa tercukupi.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024