Jakarta (ANTARA) - Animator asal Indonesia Sashya Subono Halse berusia 36 tahun dan merupakan animator di Weta FX, sebuah perusahaan efek visual digital dan animasi yang berbasis di Wellington, Selandia Baru.

Dalam empat tahunnya di Weta FX, dia telah menerapkan keajaiban animasinya pada serial televisi Marvel Cinematic Universe Hawkeye dan She-Hulk: Attorney At Law, serta film-film Disney Avatar: The Way Of Water dan Kingdom of the Planet Of The Apes.

Dikutip dari CNA Lifestyle, Minggu, keahliannya termasuk matchmoving, yang melibatkan membuat elemen-elemen yang dihasilkan oleh komputer terlihat seolah-olah direkam di dunia nyata, dan animasi gerak wajah, yang membuat wajah karakter hidup dengan merekam gerakan dan ekspresi wajah manusia dan mentransfernya ke karakter digital.

Baca juga: Kementan dan FAO bahas "One Health" bersama animator muda Indonesia

“Aku adalah orang Indonesia yang besar di Wellington, dan ketika aku masih muda, aku terpapar banyak film seperti trilogi The Lord Of The Rings dan Toy Story dari Pixar, aku terobsesi dengan Buzz Lightyear dan desainnya. Ketika aku melihat film-film ini, aku berpikir dalam hatiku, ‘Wow, itu terlihat luar biasa, aku ingin menjadi bagian dari itu,” katanya kepada CNA Women.

Minat itu membawanya dan suaminya yang berasal dari Selandia Baru untuk pindah ke Indonesia pada tahun 2010 setelah pernikahan mereka, di mana Subono mendaftar dalam diploma film.

Dia dengan cepat menyadari bahwa produksi film dan bekerja di lokasi tidak cocok baginya.

Baca juga: Ada talenta muda Indonesia di film animasi Upin & Ipin

“Aku menyadari bahwa aku suka berada di balik layar dan di depan layar. Aku mulai tertarik pada animasi di mana ada begitu banyak keterampilan keren untuk dipelajari dan aku tidak pernah menoleh ke belakang. Aku sangat tertarik pada animasi sehingga bahkan saat belajar untuk diploma-ku, aku belajar banyak hal online dan memulai proyek animasi sendiri,” kata Subono.

Proyek-proyek ini, yang dia lakukan pada awal tahun 2010-an, masih bisa ditemukan di halaman YouTube-nya, Road2Animate, dan blog pribadinya dengan nama yang sama.

Dia menyelesaikan diploma-nya pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama, melahirkan anak pertamanya, seorang gadis.

Saat itu, dia benar-benar jatuh ke dalam lubang kelinci animasi dan memutuskan untuk mengejar gelar sarjana dalam animasi interaktif di SAE Indonesia, sebuah universitas media kreatif. Di sana, dia menjalankan peran sebagai orang tua baru sambil belajar grafis video dan keterampilan efek khusus.

Baca juga: Lima fakta menarik film "Soul", ada animator dari Indonesia

Setelah menyelesaikan gelarnya, Subono mengerjakan proyek animasi lepas, mengajar paruh waktu di SAE Indonesia, dan akhirnya menjadi kepala departemen animasinya. Dia juga memiliki anak kedua.

Setelah tinggal di Indonesia selama delapan tahun, Subono dan suaminya mulai merindukan Wellington. Mereka memutuskan untuk kembali ke Selandia Baru, di mana Subono bisa membawa karir animasinya ke tingkat berikutnya.

Saat bekerja lepas sebagai animator, dia mendaftar dalam program master satu tahun dalam animasi karakter di Universitas Victoria Wellington.

Pekerjaan di Weta FX datang sambil bersamaan, pada tahun 2020, begitu juga dengan kelahiran anak ketiga mereka, seorang putra.

Baca juga: "True North", kolaborasi sutradara Jepang dan animator Indonesia

“Weta adalah impian yang menjadi kenyataan. Semua orang adalah ahli dalam bidangnya dan ada budaya yang hebat di mana kami selalu terbuka untuk belajar satu sama lain,” ungkapnya.

Bekerja pada proyek-proyek besar seperti seri televisi MCU dan Avatar: The Way Of Water, Subono mengatakan bahwa dia merasa sangat senang mengetahui bahwa dia memberikan kontribusi pada perasaan keajaiban yang sama yang dirasakan anak-anak saat menonton mereka.

Itu mengingatkannya pada kekaguman yang dia rasakan ketika pertama kali menonton The Lord Of The Rings dan film-film Pixar lainnya pada awal tahun 2000-an.

Baca juga: Animator sukses Hollywood pilih pulang ke Indonesia

Bagian favoritnya tentang bekerja di Weta FX adalah keberagaman, katanya.

"Dalam pekerjaan saya, kami menerjemahkan emosi manusia ke wajah karakter, baik itu manusia, hewan, alien, atau bentuk lainnya," katanya.

Baginya, menjadi animator wajah bukan hanya tentang menerapkan "efek mewah" dari animasi dan grafis komputer, tetapi tentang menyampaikan pengalaman yang bisa dipahami oleh semua manusia, bahkan jika itu adalah kera yang merasakannya.

Baca juga: Perkembangan animator wanita terkendala persepsi orangtua

Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Siti Zulaikha
COPYRIGHT © ANTARA 2024