Jakarta (ANTARA News) - Insiden eksploitasi seksual anak yang terjadi saat ini bukan hanya disebabkan faktor ekonomi tetapi juga karena adanya permintaan pasar seksual global.

"Eksploitasi seksual terjadi akibat adanya permintaan dari pasar seks global," ujar Koordinator End Child Prostitution, Child Pornography& Trafficking of Children for Sexual Purpose (ECPAT) Indonesia, Ahmad Sofian dalam workshop Perlindungan Hukum Korban Eksploitasi Seksual Anak di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Ahmad mengatakan terus munculnya permintaan di pasar seks dikarenakan kurang memadainya payung hukum terutama untuk melindungi korban.

Ia menyoroti hukum formal di Indonesia yang masih sebatas melindungi hak-hak tersangka atau pelaku saja (offender oriented).

Padahal, seharusnya menurutnya, hukum juga harus melindungi hak-hak korban (victim oriented).

"Korban yang dieksploitasi apakah negara telah wajib menyediakan pendamping?. Bagaimana proses hukumnya agar mereka (korban) tidak ditanya berulang-ulang. Tidak ada proses itu.," katanya.

Ia berharap negara dapat bekerja sama menyelesaikan masalah eksploitasi seksual anak ini di antaranya dengan memasukan restitusi dan kompensasi dalam peraturan perundang-undangan.

Restitusi merupakan kewajiban terdakwa atau tersangka membayar ganti rugi dan kerugian material kepada korban.

Sementara kompensasi adalah kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi kepada korban.

Berdasarkan data yang dipaparkan Kasubnit IV Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kompol Khatarina Ekorini Indriati diketahui bahwa kasus eksploitasi seksual anak pada 2011 terjadi 97 kasus, sementara pada 2013 baru tercatat 47 kasus.(*) 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2013