Pekanbaru (ANTARA News) - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengatakan sulit bagi pemerintah merealisasikan permintaan dana bagi hasil minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari Provinsi Riau karena berbagai sebab, di antaranya terbentur regulasi.

Rusman Heriawan dalam acara "Ekspose Dana Bagi Hasil CPO" di Pekanbaru, Selasa, mengatakan Kementerian Pertanian memang tengah mengusulkan adanya revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan. Sebabnya, secara spesifik dalam salah satu pasal menyebutkan komoditas perkebunan tidak termasuk yang bisa menerapkan Dana Bagi Hasil (DBH).

"Usulan revisi baru kita masukan ke DPR RI," ujarnya.

Tanpa revisi itu, DBH dari CPO bakal sulit karena tidak bisa menggunakan UU No.39 Tahun 2007 tentang Cukai dimana daerah penghasil tembakau bisa mendapatkan DBH.

"CPO pungutannya tidak berbentuk cukai, melainkan dari bea keluar ekspor CPO," katanya.

Ia mengatakan, penerimaan negara dari bea keluar CPO sangat fluktuatif karena besarannya turut dipengaruhi harga CPO yang berlaku, dan apabila tidak ada ekspor CPO, maka tidak pembayaran dari perusahaan importir.

Menurut dia, bea ekspor CPO nasional paling tinggi pada 2011 yang mencapai Rp28,9 triliun.

Ia menyarankan, lebih baik Pemprov Riau mencoba mengoptimalkan dana tanggung jawab sosial perusahaan kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan sebutan CSR (Corporate Social Responsibility). Apalagi, ia mengatakan kini sudah ada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan PP No.47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT.

Lebih dari itu, ia mengatakan Kementerian Pertanian lebih mengkhawatirkan kalau DBH dari CPO dikabulkan, maka daerah penghasil komoditas perkebunan lainnya bakal ikut "latah" meminta yang sama.

"Kalau dana bagi hasil dari bea keluar CPO ini dikabulkan, nanti komoditas lainnya misalnya cokelat, itu nanti ikut latah. Itu nanti provinsi penghasil utama kakao ribut lagi. Itu salah satu faktor yang harus diperhitungkan," tegas Wamentan.

Ia menambahkan, ternyata DBH tendensinya tidak sampai 100 persen ke petani karena masuk ke APBD. (*)

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2013