Jakarta (ANTARA) -
Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi menilai pengawasan oleh pemerintah dan pihak universitas perlu ditingkatkan untuk memastikan penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah tepat sasaran.

 
 
"Kan sudah jelas kalau KIP itu bidik misi, orang yang rumahnya, bajunya -menunjukkan orang tidak mampu-. Pengawasan menurut saya, harus ditingkatkan," kata Purnamasidi dalam video singkat, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube TVR Parlemen di Jakarta, Senin.

 
 
Hal tersebut dia sampaikan menanggapi laporan-laporan yang menunjukkan bahwa terdapat penerima KIP Kuliah yang kondisi ekonominya tergolong mampu.

 
 
Menurutnya, kemunculan dugaan penyaluran KIP Kuliah tidak tepat sasaran atau dimanfaatkan oleh mahasiswa yang mampu secara ekonomi terjadi karena kurangnya pengawasan dan penilaian pada masa pendaftaran yang tidak maksimal.

 
 
Guna menindaklanjuti persoalan tersebut, Komisi X DPR RI pun akan segera memanggil Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, untuk mendengar penjelasan mengenai kasus tersebut.

 
 
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi telah mengimbau pemerintah dan pihak universitas melakukan peninjauan tahunan terhadap penerima KIP Kuliah agar pemberian bantuan sosial tepat sasaran.

 
 
"Ketika sudah mampu, seharusnya mereka tidak lagi menerima KIP Kuliah dan kampus serta Kemendikbudristek adalah yang tahu kondisi ini melalui peninjauan tahunan. Peninjauan penerima KIP tidak hanya harus berdasarkan prestasi akademik seperti nilai IPK, tetapi juga kondisi ekonomi mahasiswa tersebut," kata Dede.

 
 
Dengan peninjauan itu, Dede meyakini program KIP Kuliah dapat benar-benar diterima oleh mahasiswa dari keluarga miskin atau rentan miskin sehingga mereka dapat memperolah akses pendidikan di bangku kuliah.

 
 
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira menyarankan pemerintah agar memperbaiki sistem distribusi Kartu Indonesia Pintar Kuliah agar merata, baik di perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi di luar jawa, maupun perguruan tinggi yang berakreditasi B serta C.

 
 
“Saya kira KIP Kuliah perlu diperbanyak dan penyebarannya harus lebih merata, terutama untuk perguruan tinggi swasta dan juga perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C, karena rata-rata mereka ini kesulitan dalam pembiayaan pendidikan,” katanya.

 
 
Selain itu, ia mengatakan pula diperlukan pembenahan proses seleksi dan rekrutmen penerima KIP Kuliah guna memastikan bahwa bantuan tersebut mencapai pihak yang benar-benar membutuhkan.

 
 
Pembenahan distribusi KIP Kuliah, ujar dia menambahkan, diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan bantuan sosial tersebut, sekaligus memastikan bahwa dukungan finansial dari pemerintah benar-benar dapat membantu mahasiswa yang memerlukan untuk menyelesaikan pendidikan tinggi.

 
 
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menegaskan bantuan KIP-K hanya diperuntukkan bagi anak yang berasal dari golongan yang tidak mampu.

 
 
Ia menyampaikan bahwa KIP-K merupakan program terusan dari KIP tingkat sekolah, yang diperuntukkan untuk anak dari keluarga kurang mampu, yang rinciannya dapat dicek melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

 
 
"Di situ sudah jelas yang menerima itu adalah mereka yang tidak mampu dan mereka yang yatim piatu yang diutamakan," katanya.

 
 
Menko Muhadjir mengatakan pula jika terdapat penerima KIP yang tidak sesuai dengan kriteria, maka penerima yang terbukti melanggar ketentuan harus mengembalikan bantuan yang telah diperoleh karena hal tersebut melanggar ketentuan.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: M. Tohamaksun
COPYRIGHT © ANTARA 2024