Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo mengatakan bahwa masyarakat perlu lebih kreatif dalam mengolah pangan lokal untuk menangani stunting.

Hal tersebut disampaikan Hasto saat menghadiri kegiatan Peningkatan Akses dan Kualitas Program Bangga Kencana melalui pelayanan KB momentum di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, pada Sabtu (11/5).

"Jika dilihat dari sisi anggaran dan sumber daya pangan lokal yang melimpah di Kutai seperti ikan sungai yang kaya akan omega tiga dan protein, tentunya tidak sulit untuk mencari sumber pangan yang penting untuk penanganan stunting, tetapi sumber daya manusia juga harus dilatih bagaimana mengolah ikan dan pemberian makanan tambahan yang sehat dan menarik," ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.

Dalam rangka intervensi stunting, BKKBN melalui Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) juga sudah mengalokasikan dana pendampingan bagi 624 orang tim pendamping keluarga.

Dokter spesialis kandungan ini juga menyampaikan pentingnya intervensi 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang menjadi kunci untuk menyiapkan generasi berkualitas. Selain itu, ASI eksklusif juga penting sebagai kunci sukses penurunan stunting.

"ASI mengandung oksitosin dan prolaktin yang penting untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan otak. Sehingga seorang ibu harus mampu menyusui minimal dua tahun sesering mungkin," ujar dia.

Baca juga: BKKBN tekankan pentingkan KB untuk kualitas SDM

Sementara itu, Bupati Kutai Barat, FX. Yapan, menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur juga penting untuk mendukung pembangunan sumber daya manusia di Kutai Barat.

"Jika melihat kondisi di Kutai Barat, saat ini yang masih harus terus digenjot pemerintah adalah pembangunan infrastruktur, karena banyak daerah yang belum dialiri listrik. Hal ini juga bisa menjadi salah satu penghambat program KB selain dukungan pada pembangunan sumber daya manusia di Kutai Barat," katanya.

Sedangkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Kutai Barat, Sukwanto, melaporkan kondisi stunting di Kabupaten Kutai Barat.

Saat ini, terdapat 5.358 keluarga berstatus risiko tinggi stunting dan 12.512 pasangan usia subur dengan 4 terlalu (terlalu muda menikah, terlalu tua hamil, terlalu banyak anak, terlalu dekat jarak melahirkan).

Adapun jumlah bayi di bawah dua tahun (baduta) yakni 2.029 anak dan balita 5.808 anak. Selain itu, terdapat 1.560 keluarga tidak punya sumber air minum layak dan 1.715 keluarga tidak punya jamban layak.

Melihat tantangan program dan wilayah yang cukup besar bagi penyuluh KB dan petugas lapangan KB (PLKB) di lapangan, ia menekankan perlunya dukungan operasional pendampingan program.


Baca juga: BKKBN sebut perilaku sangat berpengaruh terhadap risiko stunting

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Triono Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2024