Jakarta (ANTARA) - Nona makan sirih, janda bolong, lalu lonte sore. Apa yang terlintas di benak saat membaca teks itu? Apakah perubahan dari nona menjadi janda yang berprofesi sebagai pelacur?

Bukan, serius bukan itu! Tulisan ini sedang tidak membicarakan profesi itu. Sejatinya ketiga sebutan itu hanya nama tanaman hias. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan lonte sebagai perempuan jalang; wanita tunasusila; dan pelacur.

Tanaman-tanaman itu merujuk pada perempuan: nona, janda, lonte. Nona makan sirih atau Clerodendrum thomsoniae perdu merambat berbunga elok, biasa untuk penghias teras atau pergola.

Sekilas daun tanaman anggota famili Lamiaceae itu mirip sirih: daun tunggal berbentuk jantung dan ujungnya runcing. Sekadar mirip. Jadi, tidak ada hubungan kekerabatan antara nona makan sirih dan sirih yang Piper betle. Sirih anggota famili Piperaceae.

Lalu janda bolong? Tanaman hias bernama ilmiah Monstera obliqua itu merambat, daunnya berlubang-lubang.

Asli, lubang itu bukan buatan manusia. Bisa jadi karena lubang itulah disebut bolong (kata bolong bermakna berlubang).

Nama janda bolong berasal dari bahasa Jawa. Karakteristik daun tanaman itu yang berlubang membuat masyarakat Jawa menyebutnya dengan ron phodo bolong yang berarti daun pada bolong.

Pada masa kejayaannya beberapa tahun lalu harga Monstera obliqua itu fantastis, puluhan juta rupiah, terutama jenis variegata.

Penjual menghitung harga tanaman itu berdasarkan jumlah daun. Makin banyak jumlah daun monstera, kian tinggi harganya.

Lonte sore tersohor sebagai daisy meksiko dan bernama ilmiah Erigeron karvinskianus. Ada juga yang menyebut benik-benikan mengacu pada bunga yang berukuran kecil, meski tak sekecil benik.

Dalam bahasa Jawa benik berarti kancing baju. Tanaman anggota famili Asteraceae itu kali pertama dideskripsikan pada 1836 oleh ahli botani dari Swiss, Augustin Pyramus de Candolle.

Nama spesies karvinskianus untuk menghargai Wilhelm Friedrich Karwinski von Karwin yang mengoleksi tanaman itu.

Nama genus Erigeron pinjaman dari bahasa Yunani, terdiri atas kata eri dan geron. Eri bermakna awal pagi atau pagi-pagi sekali, sedangkan geron berarti orang tua, merujuk pada kemunculan bulu-bulu putih pada buah segera setelah berbunga.

Bukan saja elok sebagai tanaman hias, Erigeron karvinskianus juga mampu mencegah tumbuhnya gulma. Akarnya berfaedah sebagai tonik.

Ketiganya; nona makan sirih, janda bolong, dan lonte sore, hanya beberapa nama tanaman hias yang identik dengan perempuan. Masih banyak nama tanaman yang identik dengan perempuan.

Sekadar menyebut contoh ada anting putri (Wrightia religiosa) yang menebarkan aroma harum. Air mata pengantin bernama ilmiah Antigonon leptopus juga lebih dekat pada perempuan. Benar, pengantin itu terdiri atas dua mempelai. Namun, air mata lebih condong pada perempuan.

Sejatinya bukan hanya nama dagang atau nama lokal beragam tanaman yang khas perempuan. Bahkan, beberapa nama ilmiah tanaman pun khas perempuan.

Lihat saja Clitorea ternatea. Nama genus Clitorea mengacu pada bentuk bunga yang mirip vulva pada manusia. Deskripsi pertama tanaman ini oleh naturalis Polandia Jacob Breyne pada 1678 yang menyebutkan Flos clitoridis ternatensibus alias bunga klitoris Ternate.


Nama perempuan

Mengapa nama-nama tanaman itu cenderung identik dengan perempuan? Mengapa disebut janda bolong? Mengapa bukan duda bolong, misalnya?

Bagi kalangan yang sensitif gender, penyebutan nama-nama tersebut mungkin tidak nyaman di telinga ketika didengar dan tidak nyaman pula ketika dibaca dalam bentuk teks. Akan tetapi, penamaan sesuatu kerap tidak terlepas dari budaya patriarki, yang pada zamannya dianggap sebagai kewajaran.

Para pelaku bisnis tanaman hias di Indonesia sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Botanis yang memberi nama genus Clitorea, yakni Carolus Linanaeus dan yang mendeskripsikannya (Jacob Breyne) juga berjenis kelamin laki-laki.

Di bagian ini ada relasi kuasa laki-laki atas perempuan atau budaya patriarki. Secara harfiah patriarki bermakna kekuasaan bapak atau patriarkh.

Semula patriarki untuk menyebut sebuah keluarga yang dikuasai kaum laki-laki, di dalamnya ada perempuan, laki-laki muda, anak-anak, budak, dan pelayan yang semuanya berada di bawah kekuasaan laki-laki.

Max Weber menggunakan konsep patriarki mengacu pada bentukan sistem sosial politik yang mengagungkan peran dominan ayah dalam lingkup keluarga dan lingkup publik.

Menurut kajian budaya feminis, kekuasaan relasi terbentuk dari berbagai interaksi sosial, bahasa, dan bentuk simbolis yang menciptakan kategori pemikiran seperti halnya hubungan sosial.

Pakar komunikasi feminis menguji bahasa semu laki-laki berpengaruh pada hubungan jenis kelamin. Selain itu cara dominasi laki-laki membatasi komunikasi wanita dan cara wanita melengkapi dan menolak pola tutur bahasa laki-laki.

Sumber kuasa paling penting yang mendasari patriarki adalah kewenangan atau otoritas, yakni hak seseorang yang menguasai kedudukan sosial tertentu untuk membuat keputusan. Dalam hal ini adalah keputusan memberi nama pada sejumlah tanaman.

Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf yang tersohor sebagai Sapir Whorf mengatakan bahwa susunan bahasa sebuah budaya menentukan perilaku dan kebiasaan berpikir dalam budaya itu.

Pada saat menggunakan bahasa, kemampuan dasar yang muncul, antara lain, bahwa manusia memiliki kemampuan mengungkapkan perasaan atau pandangannya ke dalam sebuah kata atau kalimat. Itulah sebabnya bahasa itu simbol perasaan atau pikiran.

Meski tidak secara utuh dan menyeluruh, simbol itu mengandung makna emosi dan intelektual (Sudarma, 2014).



*) Penulis adalah dosen di Universitas Pakuan

Editor: Achmad Zaenal M
 

Pewarta: Sardi Duryatmo*)
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024