Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Agung Laksono mengatakan DPR meminta agar impor beras menjadi langkah terakhir yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi naiknya harga beras di sejumlah wilayah di Indonesia. "Tapi hingga kini, DPR belum secara resmi menerima pemberitahuan dari pemerintah mengenai rencana kebijakan pemerintah untuk melakukan impor beras," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa. Agung berharap, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah yang dapat menyelamatkan beras produksi petani. Jika tetap terjadi kelangkaan dan impor beras menjadi satu-satunya jalan yang harus dilakukan, maka DPR meminta pemerintah untuk tidak menonjolkan aspek bisnis dalam kegiatan itu. Ketua Fraksi PDIP DPR Tjahjo Kumolo menyatakan Kalau fraksi lain dilobi pemerintah, maka hal itu wajar. "Fraksi lain `kan bagian dari pemerintah. Kalau pemerintah melobi PDI Perjuangan, itu tidak mungkin," katanya. Sebagai oposisi pemerintah, kata Tjahjo, PDIP akan menolak impor beras. "PDIP tetap menolak kalau pemerintah mau melakukan impor beras. Perlu diingat, pada Januari mendatang sudah mulai panen. Itu harus dihitung dengan cermat hasil panen petani. Kedua, prinsip kedaulatan di sektor pangan karena kita ingin berswasembada," katanya. Menurut dia, kondisi riil produksi beras masih ada. Karena itu, sangat tidak relevan kalau pemerintah mesti mengimpor beras. Yang perlu disampaikan, PDIP menilai beras yang sekarang ada di masyarakat mencapai tiga juta ton. Bulog punya cadangan 1 juta ton. "Diperkirakan stok pemerintah hingga Desember itu cukup aman. Mengapa pemerintah mesti impor. Agar stok ini aman, harus ada tambahan satu juta ton, padahal Januari musim panen," katanya. Menyinggung soal antisipasi bencana alam, Tjahjo menambahkan pada Januari 2007 masih cukup stoknya. "Posisi Juni-Desember, kita masih surplus 100 ribu ton. Saya kira, impor beras bukan sesuatu yang mendesak," katanya. Seandainya terjadi bencana, stok tersebut cukup. Yang lebih penting Deptan perlu memperbanyak subsidi pupuk, memberikan subsidi langsung kepada petani dan agar harga pokok gabah dinaikan.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006