Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan perlu ada kebijakan baru yang membuat kepala desa dapat menindaklanjuti saran dan perbaikan Bawaslu atau hasil pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih tetap (DPT).

"Usulannya dari Bawaslu agar KPU dan Bawaslu bersama pemerintah membuat kebijakan agar kepala desa dapat menindaklanjuti saran perbaikan Bawaslu atau hasil coklit KPU dalam hal ditemukan adanya data penduduk yang meninggal atau tidak diketahui keberadaannya," ujar Bagja dalam RDP bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu.

Menurutnya, hal ini dilakukan untuk menghindari kembali terulangnya kejadian seseorang yang telah meninggal dunia dapat memilih atau melakukan pencoblosan saat pemilu.

Selain itu, data pemilih yang dihasilkan pun menjadi akurat secara de facto maupun de jure.

Dia mengungkapkan pada Pemilu 2024, terdapat banyak data orang meninggal dunia dan tidak diketahui keberadaannya. Data tersebut tidak dihapus dalam DPT lantaran tidak adanya dokumen autentik.

Pasalnya, untuk mengubah DPT diperlukan surat kematian yang hanya dikeluarkan oleh pemerintah. Kendati demikian, masih banyak penduduk yang sudah meninggal dunia tidak memiliki surat kematian.

Bagja pun bercerita mengenai pengalamannya pada Pilkada 2020. Dia menemukan ada seseorang yang sudah meninggal sekitar 10 hari sebelum pencoblosan dan ikut memilih.

Kejadian tersebut diketahui oleh pengawas pemilu, sehingga TPS tersebut melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU).

"Akhirnya TPS tersebut di-PSU, padahal KTP yang digunakan adalah KTP orang yang sudah meninggal 10 hari sebelum pemilihan," pungkasnya.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2024