Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) berhasil menangkap buronan yang menjadi tersangka penambangan pasir timah ilegal di wilayah mangrove Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung setelah dua tahun buron.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu sore, Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan SA berhasil ditangkap di Palembang, Sumatera Selatan pada 6 Mei 2024 setelah ditetapkan menjadi tersangka dan masuk daftar pencarian orang (DPO) pada 2022 dalam kasus tindak pidana lingkungan hidup perusakan kawasan lindung mangrove untuk penambangan pasir timah ilegal di Desa Sukamandi, Belitung Timur.

Baca juga: Gakkum LHK Wilayah Sulawesi tangkap lima pelaku tambang emas ilegal

"Kejahatan yang dilakukan saudara SA dan beberapa tersangka lainnya perlu kita tindak karena mereka melakukan perusakan mangrove, di samping mereka juga melakukan penambangan ilegal sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan," ujar Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani.

Penindakan itu, jelasnya, juga merupakan bagian dari upaya KLHK untuk mendukung upaya mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sektor kehutanan yang tertuang dalam Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Hal itu mengingat potensi mangrove untuk menyerap dan menyimpan karbon, mengukuhkan pentingnya upaya menjaga ekosistem mangrove dan menindak tegas pihak yang merusaknya dengan aktivitas ilegal.

Baca juga: Gakkum LHK Sulawesi serahkan tersangka perambah hutan ke Kejari Barru

Rasio menjelaskan bahwa tersangka SA berperan sebagai salah satu koordinator lapangan kegiatan penambangan itu, yang berhasil diungkap berkat laporan dari tim intelijen Gakkum KLHK.

Setelah dilakukan penertiban pada Maret 2022 hasil kolaborasi Gakkum KLHK dengan TNI dan Polri serta Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Belitung Timur berhasil diamankan 45 orang termasuk tiga tersangka SA, MR dan RA.

Tersangka SA, yang saat ini dititipkan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta, dijerat dengan Pasal 98 atau Pasal 99 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atas perbuatannya dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 juta.

"Saya sudah perintahkan kepada para penyidik untuk mendalami pihak-pihak ini, karena tiga-tiganya kabur. Kami juga melihat kalau tidak ada tindakan tegas maka ancaman terhadap perusakan mangrove di Belitung maupun di tempat lain akan semakin parah," ujarnya.

Baca juga: Polisi tangkap seorang perusak hutan mangrove di Bandarlampung

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Sambas
COPYRIGHT © ANTARA 2024