Banjarmasin (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) nampaknya tak mempersoalkan ketentuan "basunat" (khitan) bagi perempuan, karena hal itu masih dianggap aman dan tak ada persoalan kesehatan terhadap yang bersangkutan. Seperti dikemukakan Ketua Dewan Pimpinan Pusat MUI, Drs. H. Amidhan, saat berada di Banjarmasin, basunat bagi bayi perempuan maupun laki-laki sebagaimana dilakukan selama ini nampaknya aman-aman saja, demikian dilaporkan, Selasa. "Apalagi basunat itu dilakukan bagi seorang Muslim, karena khitan selain membersihkan najis dari alat kelamin atau kemaluan, yang merupakan kewajiban terhadap setiap umat Islam, juga bisa mamacu pertumbuhan anak," tandasnya di sela-sela Rakor MUI Wilayah IV se Kalimantan. Ia mengungkapkan khitan bagi bayi perempuan dan laki-laki hukumnya sunnah sejak zaman Nabi Ibrahim alaihi salam (AS) dan terus menerus dilakuan hingga masa nabi terakhir (akhir zaman Muhammad SAW), yang akhirnya menjadi sebuah budaya dan kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan bagi seorang Muslim. Selama ini hitanan bagi perempuan dan laki-laki tidak ada masalah, dan seandainya ada anggapan hitan akan berakibat merusak, sehingga dilakukan pelarangan, maka hal tersebut perlu pembuktian, baik secara teori kesehatan maupun teori lain serta kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. "Jika ada yang menyatakan hitan dapat merusak atau menghambat reproduksi, saya kira hal itu alasan yang mengada-ada. Sebab pertumbuhan yang signifikan terjadi pada penduduk Indonesia yang mayoritas muslim dan rata-rata sudah di hitan," katanya. Ia menegaskan, manfaat hitan sangat besar bagi Muslim maupun muslimah karena khitan menghilangkan najis dari kemaluannya (alat kelamin). Oleh sebab itu, Islam memandang positif terhadap pelaksanaan hitan tersebut asalkan dilakukan dengan baik dan benar. "Sebab seorang Muslim tidak boleh salat sebelum membersihkan najisnya, dan salah satu cara menghilangkan najis tersebut dengan cara dihitan," demikian Amidhan. Pendapat senada dikemukakan H. Syamsuddin Hasan, dari Presidium Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kalimantan Selatan (Kalsel), seraya menyangsikan ketentuan pelarangan hitan bagi bayi perempuan. "Jangan-jangan pelarangan itu mengandung misi dari kelompok tertentu yang sengaja mengintrodusir dengan dalih kesehatan, sehingga selama kaum Muslimin tak bersih dari najis karena tak dihitan, maka selama itu pula bagi kaum perempuan bisa tidak sah dalam pelaksanaan shalat," tandasnya. Oleh sebab itu, mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin tersebut mengimbau semua pihak, terutama umat Islam yang bekerja sebagai tenaga kesehatan, harus mewaspadai dan tidak serta-merta turut mengikuti ketentuan pelarangan khitan. "Apalagi kalau seorang pejabat yang Muslim tanda kajian yang lebih seksama dan mendalam, ikut-ikutan menginstruksikan hitan tersebut dilarang, maka hal itu akan menjadi na`ib (tidak terpuji) dalam keislaman," demkian Syamsuddin Hasan. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006