Padang (ANTARA) - "Bunda, gadang bana aia." (Bunda, air besar sekali). Demikianlah teriakan histeris seorang warga dari atas bangunan sesaat sebelum banjir lahar dingin Gunung Marapi menghantam hingga merenggut puluhan nyawa penduduk di Provinsi Sumatera Barat, Sabtu (11/5) malam.

Teriakan warga tersebut tersebar luas di salah satu grup percakapan instan elektronik Gunung Marapi lewat rekaman video amatir. Dalam video yang diambil dari salah satu bangunan tinggi di daerah terdampak itu, terlihat jelas bagaimana air seketika meluap. Tak lama berselang, sebagian besar rumah penduduk serta lahan pertanian yang berada di jalur aliran lahar dingin itu pun rata dengan tanah.

Kondisi malam itu makin mencekam, sebab aliran listrik seketika turut padam di Nagari (Desa) Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, salah satu lokasi terparah terdampak bencana.

Tak terbayangkan betapa panik warga setempat menghadapi ganasnya banjir lahar dingin yang menerjang permukiman mereka di tengah hujan deras. Bahkan, barang kali sebagian penduduk tengah tertidur pulas saat air menghantam tanpa ampun.

Sebelum lahar dingin Gunung Marapi menerjang rumah-rumah warga, alam sesungguhnya telah menunjukkan tanda-tanda yang cukup jelas. Hujan dengan intensitas tinggi terus terjadi sejak Sabtu (11/5) sore hingga puncaknya bencana hidrometeorologi tidak dapat lagi terhindarkan.

Padahal, sejatinya Ranah Minang belum pulih akibat bencana banjir bandang yang melanda 12 kabupaten dan kota pada 7-8 Maret 2024. Kini, masyarakat harus dihadapkan dengan kenyataan pahit atas bencana banjir lahar dingin.

Bencana hidrometeorologi menjadi catatan kelam atas penanganan dan penanggulangan bencana alam di Ranah Minang. Harus diakui bahwa Indonesia, khususnya Provinsi Sumbar, belum setangguh Jepang dalam memitigasi bencana alam. Langkah-langkah konkret pencegahan masih harus dilalukan.

Musibah ini seharusnya dapat dimitigasi sejak meletusnya Gunung Marapi pada 3 Desember 2023 yang menewaskan 24 pendaki. Berkaca dari kasus itu, terlihat sudah ada dugaan pelanggaran pemberian izin pendakian yang berujung maut.

Sebab, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumbar masih memberikan izin pendakian meskipun telah mengetahui gunung api aktif itu berstatus level II (waspada) sejak 2011. Artinya, pengunjung dilarang untuk naik ke puncak. Sayangnya, tindakan pencegahan tidak dilakukan justru malah mengizinkan pengunjung dengan mengutip sejumlah retribusi.

Pascakejadian pilu itu, Gunung Marapi yang secara administrasi berada di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam terus menyemburkan awan hitam hingga lava pijar. Dentuman serta gemuruh tidak henti-hentinya terjadi. Bahkan, warga seolah telah membiasakan diri hidup berdampingan dengan kondisi alam meskipun rasa cemas terus menghantui.

Namun, di samping itu, nyatanya Pemerintah bukan tanpa solusi. Warga yang bermukim pada radius 4,5 kilometer dari pusat erupsi atau kawah verbeek diungsikan keluar atau tidak boleh beraktivitas dalam zona tersebut. Para pemangku kepentingan juga mendirikan posko-posko penanganan erupsi Gunung Marapi.

Medio Januari 2024, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVBMG telah memperingatkan bahwa terdapat potensi ancaman lahar dingin Gunung Marapi. Hal itu diperkuat dengan perkiraan sekitar 500 ribu meter kubik tumpukan material vulkanik di sekitar puncak, kawah, dan kaki gunung akibat erupsi yang berkepanjangan.

PVMBG berkali-kali menyampaikan bahwa ancaman lahar dingin nyata adanya. Salah satu mitigasi dan peringatan yang dilakukan ialah masyarakat yang bermukim di sekitar bantaran sungai berhulu dari Gunung Marapi, agar selalu mewaspadai ancaman banjir lahar terutama saat musim hujan.

Benar saja, peringatan PVMBG tersebut terbukti. Pada 5 April 2024 banjir lahar dingin Gunung Marapi menerjang Nagari Aia Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Imbasnya, akses jalan dari Kota Padang Panjang menuju Kota Bukittinggi atau sebaliknya untuk sementara waktu tidak dapat dilalui kala itu.

Kemudian, pada 26 April, banjir lahar dingin menelan korban pertamanya. Ialah seorang operator alat berat yang sedang mengeruk tumpukan material di salah satu aliran sungai di Nagari Aia Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Ia meninggal dunia akibat terseret arus lahar dingin.

Puncaknya, alam menunjukkan kuasa lewat bencana banjir lahar dingin pada 11 Mei malam, yang sedikitnya menelan 67 orang korban jiwa. Catatan itu setidaknya hingga Kamis (16/5) siang yang disampaikan langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal (Letjen) TNI Suharyanto.

Jumlah korban diperkirakan terus bertambah mengingat tim pencarian masih berupaya menemukan keberadaan 20 warga yang hingga kini masih dinyatakan hilang alias belum ditemukan pascabencana.

Jika ditelisik ke belakang, beberapa waktu lalu tepatnya 26 April, Ibu Pertiwi baru saja memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional yang mengusung tema "Siap untuk Selamat" dengan subtema "Indonesia Tangguh Indonesia Hebat" yang dipusatkan di Provinsi Sumbar.

Sejumlah pesan-pesan mitigasi disampaikan langsung oleh pemangku kepentingan, mulai dari Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy hingga Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto.

Salah satu poin penting yang ditekankan Muhadjir Effendy kala itu ialah Pemerintah Provinsi Sumbar harus menjadikan mitigasi bencana sebagai program super-prioritas.

Penegasan Menko PMK tersebut bukan tanpa alasan mengingat Ranah Minang termasuk wilayah yang berada di dalam lingkaran cincin api atau ring of fire. Apalagi, jika merujuk pada data kebencanaan, tercatat 5.400 kejadian bencana alam sepanjang 2023, yang 10,18 persen di antaranya terjadi di Sumbar.

Bahkan, dalam rangkaian peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Muhadjir juga menekankan pentingnya setiap daerah di Tanah Air tidak terkecuali Provinsi Sumbar untuk mampu mengenali secara detail tipe bencana yang berpotensi terjadi.

Pemerintah daerah tidak bisa hanya atau mengetahui bencana secara umum saja. Pemangku kepentingan harus memiliki data serta informasi lengkap terkait kebencanaan di daerahnya secara komprehensif.

Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya banjir lahar dingin yang terjadi menjadi catatan penting dan mesti disikapi para pemangku kepentingan. Kebijakan yang komprehensif harus segera dibuat dan dijalankan secara konsisten tanpa adanya embel-embel kompromi atas nama investasi.

Oleh karena itu, Pemerintah harus mengevaluasi keberadaan bangunan-bangunan yang berdiri megah di lokasi yang bukan peruntukannya sebelum terjadinya bencana alam.

Sebagai contoh, Xakapa, sebuah kafe kekinian yang sempat menjadi primadona pengunjung dengan menyuguhkan pemandangan air terjun Lembah Anai. Bangunan berbentuk kapal itu faktanya berdiri tepat di bibir sungai yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung.

Belakangan, kafe dan sejumlah bangunan di sekitar bantaran sungai di dekat air terjun Lembah Anai diduga tidak mengantongi izin dari pemerintah setempat. Jika terbukti tanpa izin, maka sudah sepatutnya ada sanksi tegas bagi pelanggar termasuk pihak yang melakukan pembiaran. Kini, kafe yang sempat menjadi destinasi para wisatawan lokal itu telah menghilang tanpa sisa karena turut terseret arus sungai yang meluap.


Bangkit dari bencana

Bencana lahar dingin memang menyisakan pilu yang mendalam. Namun, hal itu bukan berarti masyarakat harus berlarut-larut atas bencana yang menimpa. Semua pihak harus bergandengan tangan dan bahu-membahu agar segera bangkit dan pulih dari keterpurukan.

Sejauh ini berbagai bantuan telah berdatangan dari banyak pihak. Teranyar, Kementerian Pertahanan menyerahkan bantuan beras sebanyak 20 ton, 1.000 paket obat-obatan dengan rincian obat diare, demam/flu, minyak kayu putih, obat luka, dan vitamin. Berikutnya, 600 pasang sepatu boat, 3.000 selimut, 3.000 paket alat mandi, dan 10.000 dus mi instan.

Bantuan kemanusiaan itu diserahkan langsung oleh Prabowo Subianto di kawasan Bandara Internasional Minangkabau pada Kamis (16/5). Menteri Pertahanan sekaligus Presiden terpilih periode 2024-2029 itu sengaja terbang dari Doha, Qatar ke Ranah Minang untuk memastikan bantuan tersalurkan dengan baik.

"Saya turut berduka cita dan berbelasungkawa atas musibah yang terjadi di Sumatera Barat," kata Menhan RI Prabowo Subianto.

Dalam kesempatan itu, Prabowo mengingatkan semua pihak untuk terus memperkuat mitigasi kebencanaan. Sebab, tak bisa dimungkiri Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terdampak bencana.

Semua pihak tanpa terkecuali harus memaksimalkan potensi mitigasi termasuk menguatkan sumber daya yang ada agar bencana hidrometeorologi tidak kembali terulang. Prabowo juga berjanji terus memantau perkembangan penanganan bencana termasuk mengupayakan bantuan berikutnya.

Sementara itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini minta warga bangkit dari keterpurukan akibat bencana. Semua pihak, baik itu masyarakat, Pemerintah, maupun sukarelawan harus saling bersinergi.

Apalagi, penanganan bencana tidak bisa hanya dibebankan kepada Pemerintah, tapi butuh kerja sama dari berbagai unsur. Risma menyarankan Pemerintah Provinsi Sumbar meniru langkah mitigasi yang dilakukan masyarakat Jawa Tengah khususnya di sekitar kaki Gunung Merapi.

Selain itu, eks Wali Kota Surabaya tersebut juga mendorong Pemerintah Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang memindahkan warga yang diungsikan sementara ke tempat yang jauh lebih aman.

Sebab, Menteri Sosial menemukan adanya penyintas yang diungsikan pada lokasi yang sebetulnya masih berada dalam zona merah atau berada dalam jangkauan lahar dingin.

Tak hanya itu, Risma memperingatkan terkait ancaman likuefaksi di beberapa titik di Provinsi Sumbar. Meskipun daerah itu tidak terdampak bencana lahar dingin, ia khawatir sewaktu-waktu likuefaksi menjadi ancaman baru bagi penduduk.


Modifikasi cuaca

Tingginya intensitas curah hujan selama beberapa hari terakhir menyebabkan proses pencarian korban hilang akibat bencana lahar dingin terkendala. Bahkan, yang paling dikhawatirkan ialah ancaman banjir susulan.

Menyikapi bencana itu, BNPB, Pemerintah Provinsi Sumbar bersama Pemerintah Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Pajang, BMKG, dan TNI AU bersepakat melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca.

Rekayasa cuaca ini ditujukan agar bibit awan hujan yang berada di sekitar kawasan rawan bencana teralihkan ke laut lepas. Pada hari pertama operasi teknologi modifikasi cuaca, BNPB dibantu instansi lainnya melakukan dua sortie penerbangan yang dimulai pukul 13.30 WIB dengan membawa 1 ton natrium klorida (NaCl) pada setiap sortie.

Kepala BNPB mengatakan teknologi modifikasi cuaca dilakukan sampai dengan masa tanggap darurat yang ditetapkan berjalan dengan baik, atau ketika hujan turun tidak lagi menimbulkan bencana susulan.

Dengan melakukan operasi modifikasi cuaca, pemerintah berharap selama satu minggu ke depan tidak terjadi hujan sehingga material-material yang masih menumpuk di sekitar Gunung Marapi tidak terbawa arus.

Terakhir, dengan sejumlah rentetan kejadian bencana hidrometeorologi yang terjadi di Ranah Minang, sudah sepatutnya pemangku kepentingan betul-betul sigap menyiapkan mitigasi kebencanaan sebelum terjadinya musibah.

Mengutip Al Qur'an Surah Ar-Rum ayat 41 yang terjemahannya, "telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Kutipan ayat tersebut harus menjadi pengingat bagi siapa saja agar tetap menjaga keseimbangan lingkungan termasuk memelihara ekosistem dan keberlanjutannya.

Editor: Achmad Zaenal M

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024